Connect with us

Hukum

Kuasa Hukum Pemilik Lahan di Bursel Desak  Sita Aset PD Panca Karya

Published

on

AMBON, DM.COM,-Pemilik lahan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) telah menyurati DPRD Provinsi Maluku,  terkait sikapi salah bayar lahan di Dusun 7,  Desa Labuang, Kecamatan Labuang, Kecamatan Namrole, Kabupaten Buru Selatan. Selain dana  yang bakal dituntut dibayar perusahaan “Plat Merah” itu sekitar Rp 40 miliar lebih, aset perusahaan itu disita untuk menutupi kerugian pemilik lahan.

Kuasa Hukum Pemilik Lahan, Swingly Lesnussa, masing-masing Akbar Salampessy dan  Andre Padang mengatakan, beroperasinya PD. Panca Karya, pada lahan hutan adat milik keluarga bangsa Loland di Kabupaten Buru Selatan sejak tahun 2015 sampai dengan akhir tahun 2017 lalu telah merugikan pemilik lahan.”Bahkan sampai dengan saat ini tidak pernah sepeserpun yang diperoleh klien kami dan terkesan PD. Panca Karya melakukan penebangan hutan kayu dan memperjual-belikan secara melawan hukum (Illegal) tanpa persetujuan dari klien kami,”kata Salampessy dan Padang, lewat rilis yang diterima DINAMIKAMALUKU. COM, Senin (22/8/2022).

Mereka menuturkan, awalnya   keberadaan PD. Panca Karya, bermaksud melakukan kerja sama dengan klien mereka. “Namun setelah dicek ternyata PD. Panca Karya telah lebih dahulu melakukan penebangan dilahan milik klien kami tanpa adanya persetujuan sebelumnya, setelah dicegat oleh klien kami saat sedang melakukan operasi pembukaan lahan oleh PD. Panca Karya, “terangnya.

Saat terjadi pencegatan di lapangan, kata mereka, ternyata PD. Panca Karya meminta kliennya agar segera menunjukan surat-surat kepemilikan lahan.” Padahal keberadaan PD. Panca Karya yang terlebih dulu melakukan penebangan adalah tindakan illegal tanpa adanya izin dari saudara Swingly Lesnussa. Jadi atas permintaan PD. Panca Karya, maka klien kami menyerahkan  semua dokumen  kepada PD. Panca Karya, ternyata ada pihak lain atas nama Eli Hukunala dan Matius Behuku mengklaim bahwa lahan tersebut adalah milik mereka, “paparnya.

Akhirnya, proses penyelesaian berakhir di Kantor Kecamatan Namrole, dengan tidak ada solusi.  “Namun secara diam-diam camat Namrole, mengeluarkan surat pernyataan bahwa pemilik lahan adalah Eli Hukunala dan Matius Behuku ,sehingga dijadikan dasar oleh PD. Panca Karya dan PT. Tanjung Alam Sentosa untuk melakukan pembalakan hutan milik klien kami di 17 titik lokasi secara melawan hukum;”tegas mereka.

Bahwa pada tanggal 20 Juni 2020 kami Keluarga Bangsa Loland bertemu dengan Keluarga Hukunala (Bapak El Hukunala) pada Kantor Polsek Kecamatan Leksula, Kabupaten Buru Selatan yang disaksikan oleh Kapolsek Leksula dan Tim Intel Polda Maluku. “Akhirnya dari pertemuan itu keluarga Hukunala (Eli Hukunala) membuat surat pernyataan yang mengakui bahwa kami adalah sebagai Keturunan Bangsa Loland pemilik tanah adat Wengkamerat I, II dan 15 lahan lainya sekaligus mengklarifikasi berita acara hasil sidang adat tertanggal 03 Oktober 2015 yang ditandatangan Camat dan Kapolsek Namrole sehingga dengan demikian tidak ada lagi masala antara Klien kami dengan Eli Hukunala dan Mateius Behuku,”tuturnya.

Padahal, sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2021 telah berbagai upaya telah klien kami lakukan termasuk mengadakan pertemuan beberapa kali dengan PD. Panca Karya/PT. Tanjung Alam Sentosa.”Namun, lagi-lagi tidak ada penyelesian pembayaran bahkan semua bukti telah dilengkapi namun janji dari Direktur Panca Karya Bapak Putih Ambon akan segera menyelesaikan  proses pembayaran setelah melakukan koordinasi dengan Bapak Nawawi Banjar yang adalah orang yang bertanggung jawab atas pembukaan lahan hutan adat di 17 titik milik keluarga bangsa Loland,”ingatnua

Dikatakan, PD. Panca Karya, selaku BUMD Provinsi Maluku selain mendapatkan HPH juga menjadikan surat pernyataan yang dikeluarkan oleh Camat Namrole terkait kepemilikan lahan atas  nama Eli Hukunala dan Matius Behuku sebagai dokumen pengelolaan lahan yang diberikan izin kepada PD. Panca Karya. “Padahal surat pernyataan tersebut telah dibatalkan sendiri oleh Camat Namrole dalam pertemuan rapat dengan DPRD Kabupaten Buru Selatan dalam surat Klarifikasi Sidang adat, yang pointnya adalah setelah mendengar,mengkaji, dan memeriksa pemilik lahan, penjaga lahan, keterangan-keterangan dalam bentuk surat, silsilah keturunan bangsa loland dan dokumen-dokumen lainnya,”jelasnya.

Ditegaskan, pemilik hutan kayu atau hutan adat Wangkemarat dan tempat-tempat lainnya termsauk 15 titik adalah milik saudara Swengly Lesnussa.  Kemudian memerintahkan kepada PD. Panca Karya untuk membayar ganti rugi seluruh hasil hutan kayu yang telah dioperasikan, diolah dan mengambil keuntungan oleh PD. Panca Karya untuk segera membayarkan kepada  Swengly Lesnussa.

“Selain itu sudah ada surat pernyataan dari Mateius Behuku dan Eli Hukunala yang telah mengakui bahwa lahan tersebut adalah milik bangsa Loland atau Swengly Lesnussa, sehingga dengan demikian PD. Panca Karya segera melakukan Pembayaran Ganti Rugi hal ini merujuk pada Surat PD. Pancakarya Nomor 80/PK-DR/II/2020, Perihal Verifikasi Bukti Kepemilikan Lahan di IUPHHK-HA BUMD/PD. Panca Karya dan Surat Nomor 530PK-DR/XII/2019, Perihal Konsistensi Kompensasi Ulayat Masyarakat di IUPHHK-HA BUMD/PD.Panca Karya, dimana dalam konsideran surat tersebut menjelaskan terkait legal formal pemberian Izin Pengusahaan Hutan (HPH) dan Keputusan Kepala BKPM nomor 14/1/IUPHHK-HA/PDMN/2017, Tanggal 12 September 2017 tentang Pemberian Perpanjangan IUPHHK-HA kepada PD. Panca Karya,”paparnya

Kemudian berkomitmen untuk selalu konsisten memberikan kontribusi dalam bentuk kompensasi hak ulayat masyarakat atas areal adat yang berada dalam areal kerja HPH/ IUPHHK-HA ( Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu – Hutan Alam).

“Pemilik lahan lagi-lagi hanya diberikan janji manis dan kebohongan yang diduga dilakukan oleh PD. Panca Karya terkait proses pembayaran, faktanya sejak tahun 2015 sampai dengan saat ini tidak ada sepeserpun yang diterima atau dinikmati oleh Saudara Swengly Lesnussa dan seluruh keluarga besarnya,”ujarnya

Untuk itu, pihaknya meminta dengan tegas kepada PD. Panca Karya agar segera menyelesaikan pembayaran ganti rugi kepada Saudara Swengly Lesnussa atau keluarga bangsa Loland atas hutan adat yang telah ditebang selama 3 (tiga) tahun dari 2015  sampai dengan 2017 lalu.”Bila mana tidak segera dilakukan maka opsi terakhir adalah laporan pidana dan  Gugatan di Pengadilan Negeri Ambon yang akibatnya bukan saja kerugian yang harus dibayar melainkan seluruh asset PD. Panca Karya harus disita,”pungkas mereka.(DM-02)
 
 
 

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *