Ragam
Bik Review : PDI 1973-1986 Melawan Negara
Dr. M.J. Latuconsina,S.IP,MA
Staf Dosen Fisipol Universitas Pattimura
Buku karya Cornelis Lay berjudul : “Melawan Negara PDIP 1973-1986 terbitan Research Center for Politics and Goverment, Jurusan Politik dan Pemerintahan, Universitas Gadja Mada (UGM), tahun 2010 lalu, merupakan sebuah karya lawas. Buku ini merupakan karya pembimbing tesis saya pada Sekolah Pasca Sarjana (S2) Ilmu Politik UGM. Tatkala hendak balik dari Yogkarta ke Ambon saat usai studi S2 di tahun 2010 lalu, saya sempat menyempatkan diri membelinya di perpustakaan S2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah UGM.
Hingga kemudian buku ini pun mengisi rak-rak buku di rumah saya. Namun tenggelam terendam banjir yang melanda rumah saya, saat banjir belanda Ambon pada 2 Agustus 2012 lalu. Selalu teringat buku itu, lantaran masih relevan dengan disertasi saya di Program Pascasarjana (S3) Administrasi Publik di Universitas Negeri Makassar (UMN). Sementara Yogyakarta begitu jauh, untuk kembali mendapatkan buku itu lagi. Pernah saya ke Yogyakarta di tahun 2016 lalu, tapi tak sempat membelinya lagi, lantaran sibuk bak turis lokal dengan wara-wiri ke sana kemari menikmati kota gudeg itu.
Begitu juga pernah berniat melalui kenalan yang sedang studi S2 Ilmu Politik UGM, untuk mendapatkannya kembali. Tapi selalu tak kesampaian lantaran sibuk. Hingga pada 7 April 2020 lalu buku ini pun sampai di tangan saya, setelah saya menghunting dan membelinya melalui toko on line “Shoppee” bersama buku lain, yang turut tenggelam yakni, Kapitalisme Bumi Putra: Perubahan Masyarakat Mangkunegaran” karya Wasino, terbitan LKiS 2007. Menghunting dan membeli buku ini kembali bersama buku lainnya tenggelam saat banjir, bak menyusun kembali sebuah guci yang retak, yang tentu semunya bakal tidak utuh seperti sedia kala.
Seperti dipaparkan guru saya ini, yang telah menjadi seorang guru besar Ilmu Politik di UGM, dalam bukunya itu. Dimana ia mengungkapkan bahwa, buku ini berjudul : “Melawan Negara PDIP 1973-1986, mengungkapkan dimensi lain : negara Orde Baru jauh dari digdaya dan jauh dari utuh. Ia adalah gambaran dari sebuah negara dengan kapasitas gobernability yang rendah dan terfragmentasi secara luar biasa.
Menurutnya, ia adalah target yang rapuh dari siasat kekuatan politik massa yang direpresentasikan oleh PDI. Berbagai siasar yang dikembangkan PDI disepanjang bentantang tahun 1973-1986, mulai dari konflik yang bahkan menjurus kea rah bunu diri politik hingga kolaborasi dengan atau bahkan terkesan “menjilat” bagian-bagian negara yang menjadi fokus buku ini memberikan gambaran watak reaksioner negara yang jauh dari penggambaran mayoritas literature tentang Orde Baru.
Agenda-agenda tindakan negara otoritarian yang dibayangkan dalam berbagai litaratur sebagai gambaran kuatnya negara ini, dalam realitasnya bukan merupakan tindakan otonom dari sebuah institusi solid yang kaut : kesemuanya adalah respons atau stimulus yang dikembangkan dan berkembang dalam dunia kaum pinggiran dank aim tertinda kaum Marhaen, kaum sandal jepit, wong cilik, akar rumput yang direpresentasikan oleh PDIP.
Stimulus yang secara sangat sengaja dimaksudkan untuk menggugat secara terus-menerus keabsahan obsesi negara menegani harmoni sebagai prakondisi yang harus dipenuhi dan sekaligus tujuan normatif yang ingin direngkuh Orde Baru. Aneka perlawanan atas negara yang dilakukan PDI, terutamanya lewat metode penciptaan konflik internal.
Secara fundamental menghantam ini dari obsesi kepolitikan Orde Baru : keteraturan dan harmoni berikut kepatuhan dan ketergantungan yang di era Orde Baru dibahasakan sebagai stabilitas politik. Lewat siasatnya yang bervariasi, PDIP selama kurun waktu ini dan terus berkembang hingga tumbangnya Orde Baru mengutas enegeri ekonomi, politik, dan moral negara secara habis-habisan.
Buku ini, awalnya merupakan karya akademik dalam bentuk skripsi, yang kemudian ditansformasikan menjadi sebuah buku. Karya ini layak dibaca oleh para akademisi, politikus dan mereka para pemrehati politik sebagai sebuah referensi, yang memperkaya khasanah pemikiran kita, tentang partai politik dalam sistem kepartaian di era Orde Baru, yang begitu hegemonic. Namun ternyata dalam gambaran penulisnya sebagai realitasnya bukan merupakan tindakan otonom dari sebuah institusi solid yang kaut.