Ragam
Book Review : The Grand Design (Rancang Agung)

Oleh : Dr. M.J. Latuconsina, S.IP,MA
Staf Dosen Fisipol Unpatti
Figur Leonard Mlodinow (1954) merupakan seorang fisikawan teoritis, dan penulis teoritik berkebangsaan Amerika Serikat. Dalam fisika, ia dikenal karena karyanya pada ekspansi N besar, suatu metode yang mendekati spektrum atom berdasarkan pertimbangan versi tak terbatas dari masalah, dan untuk karyanya pada teori kuantum cahaya di dalam dielektrik, adalah seorang ateis. Begitu juga Stephen Hawking (1942-2018) seorang fisikawan teoretis, kosmologi, pengarang, dan Direktur Penelitian Centre for Theoretical Cosmology di Universitas Cambridge berkebangsaan Inggris, yang secara terang-terangan mengatan dirinya adalah seorang ateis.
Mystery of Existence
Kedua fisikawan ini pernah sama-sama duet dalam menghasilkan suatu karya ‘The Grand Design’ (Rancang Agung). Dalam episode ‘Misteri Keberadaan’ (‘Mystery of Existence)’, mereka berdua mengatakan : “Masing-masing kita ada hanya sekejap saja, sepanjang keberadaan itu kita hanya menjelajahi sebagian maha kecil dari keseluruhan alam semesta. Namun manusia ialah spesies yang ingin tahu. Kita bertanya-tanya, kita mencari jawaban. Selagi hidup di dunia nan luas yang kadang asih kadang zalim, dan memandang angkasa raya di atas sana, manusia telah selalu melontar selaksa tanya ; bagaimana kita bisa memahami dunia tempat kita mendapati diri kita ada ?
Bagaimana tingkah laku alam semesta ? apa hakikat kenyataan ? Dari mana segalanya berasal ? Apakah alam semesta memerlukan pencipta ? Kebanyakan kita tak menghabiskan sepanjang waktu merenungkan segala pertanyaan itu, namun nyaris semua diantara kita pernah merenungkannya sekali-kali. Secara tradisional, semua yang tadi adalah pertanyaan filosofi, tapi filosofi sudah mati. Filosofi sudah tidak mengimbangi kemajuan terkini dalam sains, terutama fisika.”
Pertanyaan-pertanyaan yang dikemukakan dua fisikawan itu, menandai eksistensi manusia sebagai mahluk pemikir (homosapiens). Meminjam pemikiran Rinjin Ketut (1996), yang ditungkan dalam karyanya yang berjudul : ‘Pengantar Filsafat Ilmu dan Ilmu Sosial Dasar’ bahwa, “adanya akal budi juga menyebabkan manusia mampu berpikir abstrak dan konseptual sehingga manusia disebut sebagai makhluk pemikir (homosapiens).” Pada sisi lain, Aristoteles (384-322 SM) seorang filsuf Yunani menyebut bahwa, “manusia karena kemampuan sebagai animal that reason, dengan cirri utamanya selalu ingin mengetahui. Pada manusia melekat kehausan intelektual (intellectual curiousity), yang menjelma dalam aneka wujud pertanyaan.”
Baik Hawking dan Mlodinow meniadakan makna penting Tuhan sebagai pencipta alam semesta dalam fisika yang mereka geluti. Padahal dalam A Brief History of Time (1988), Hawking menyatakan bahwa penemuan “theory of everything” seperangkat prinsip saintifik yang sampai hari ini masih belum terpecahkan bisa mendorong para ilmuwan untuk mengetahui “alam pikir Tuhan”. Sementara di buku yang lain, The Grand Design (2010), Hawking dan Mlodinow memberi suatu konklusi bahwa, perkembangan ilmu pengetahuan membuat misteri asal-usul alam semesta bisa diungkap para saintis, dan karena itu “Tuhan tak diperlukan lagi”.
Looking For God
Tentu suatu pemikiran Hawking dan Mlodinow para fisikawan, dengan logika terbalik tatkala awalnya teis dan kemudian ateis. Hal ini berbeda dengan Nabi Ibrahim (2000-1825 SM) dengan logika pararel tatkala mencari Tuhan (looking for God). Pada suatu hari Nabi Ibrahim termenung bersandar pada dinding gua, pandangan matanya menatap lurus kelangit malam hari. Di sana ia melihat begitu banyak bintang yang indah. Lantas Nabi Ibrahim berpikir, mingkin inilah tuhanku.
Dalam perkembangannya, Nabi Ibrahim kemudian melihat bintang yang besar yaitu bulan. Nabi Ibrahim pun menyerukan pada kaumnya, bahwa tuhan mereka adalah bulan yang cahayanya lebih terang dari bintang yang banyak itu. Di kemudian hari, Nabi Ibrahim kembali tidak mendapati bulan di langit. Nabi Ibrahim kembali berpikir, bulan juga menghilang sama sepertihalnya bintang-bintang kecil. Nabi Ibrahim juga berpikir, pada esok pagi, bulan juga menghilang. Justru ada cahaya yang lebih besar dari bulan.
Cahaya yang lebih kuat yaitu matahari. Lalu, Nabi Ibrahim meyakini inilah tuhannya, tuhan yang paling terang, tuhan yang paling kuat. Lantas, Nabi Ibrahim kembali kecewa. Saat malam datang, matahari tenggelam. Tuhan tidak mungkin tenggelam pikir Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim, merenungi dengan sangat apa-apa yang telah dilaluinya. Otaknya terus saja berpikir, tentang sesuatu yang paling kuat, sesuatu yang paling terang, dan sesuatu yang tidak mungkin tenggelam.
Nabi Ibrahim menyakini, bahwa bintang-bintang yang dikaguminya, bahwa bulan dan matahari yang diikutinya, semuanya bisa muncul kemudian menghilang. Tuhan tidak mungkin seperti itu. Nabi Ibrahim meyakini, bahwa Tuhanlah yang menjadikan mereka, Tuhanlah yang memunculkan dan menenggelamkan mereka. Tuhanlah yang menciptakan mereka, alam semesta, termasuk menciptakan dan memberi kehidupan bagi manusia.
Scientific Truth & Religius Truth
Pada titik ini, apa yang dipaparkan Hawking dan Mlodinow adalah suatu kebenaran ilmiah (scientific truth), dimana kebenaran ilmiah adalah salah satu pokok yang fundamental dan senantiasa aktual dalam pergumulan hidup manusia merupakan upaya mempertanyakan dan membahasakan kebenaran. Kebenaran ilmiah tidak bisa dilepaskan dari makna dan fungsi ilmu itu sendiri sejauh mana dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Disamping itu proses untuk mendapatkannya haruslah melalui tahap-tahap metode ilmiah.
Sementara kisah Nabi Ibrahim mencari Tuhan adalah suatu kebenaran religius (religious truth), dimana kebenaran religius merupakan suatu kebenaran tak cukup hanya diukur dengan rasion dan kemauan individu. Kebenaran religious bersifat objective, universal, berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
Terlepas dari itu, buku karya Hawking dan Mlodinow yang berjudul : The Grand Design (Rancang Agung), terbitan PT. Gramedia Cetakan Keempat, Juli 2018 ini, tidak saja mendiskripsikan misteri keberadaan, tapi juga memaparkan ; kuasa hukum, apakah realitas itu ?, sejarah alternative, teori segalanya, memilih alam semesta kita, mukjizat yang kentara, dan rencana agung. Buku ini tentu menarik para pembaca yang budiman, khususnya mereka yang menyukai filsafat ilmu pengetahuan (philosophy of science).(**)
