Hukum
Dua Ahli Hukum “Marathon,” Akui : Tetapkan PF Tersangka, Cacat & Batal Demi Hukum

SAUMLAKI, DM.COM,-Dua Ahli hukum Pidana dan Hukum Tata Usaha Negara, masing-masing, DR Jhon Pasalbessy, SH, M.Hum dan Prof DR Nirahua Salmon E.M, S.H.,M.Hum menilai, penetapan Petrus Fatlolon, tersangka oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), sangat lemah dan cacat Yuridis, sehingga harus dibatalkan.

Ini disampaikan Pasalbessy dan Nirahua sebagai saksi ahli di sidang Praperadilan di Pengadilan Negeri Kelas II Saumlaki, dipimpin hakim tunggal, Arya Siregar, dengan agenda pengajuan alat bukti dan pengajuan saksi ahli dan saksi fakta, Rabu (24/7/2024) hingga Kamis (25/72024). Sidang Praperadilan digelar setelah penasehat hukum mengajukan permohonan Praperadilan menguji penetapan Fatlolon akrab disapa PF tersangka oleh Kejari KKT.
Pasalbessy, mengatakan, penyidik Kejari KKT tidak bisa menetapkan, Fatlolon, sebagai Bupati KKT Periode 2017-2022, sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi SPPD fiktif Setda KKT.
Sebab, kata dia, Sprindik, SPDP, dan fakta persidangan dua terpidana mantan Sekda setempat Ruben Moriolkosu dan Bendahara Petrus Masela, tidak bisa dipakai tetapkan Fatlolon tersangka, karena subtansi dan nilainya berbeda.
“Nilai dan subtansinya berbeda. Tidak boleh pakai satu dakwaan,”tegas Pasalbesay yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Kristen Maluku (UKIM).
Tak hanya itu, Pasalbessy yang juga mantan Dosen Fakultas Hukum Unpatti mengaku, penetapan tersangka Fatlolon akrab disapa PF harus berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), BPKP, dan inspektorat. Dia juga menyebut, pemberitaan media terkait permintaan hakim agar tetapkan PF tersangka, tidak bisa dipakai Jaksa sebagai alat bukti.”Itu bukan alat bukti, jadi Hakim boleh bilang periksa. Harus ada kerugian negara berdasarkan hasil audit lembaga yang berwenang,”tandasnya.
Dosen Dosen Pasca Sarjana Fakultas Hukum Unpatti itu mengaku, syarat tetapkan seseorang tersangka dugaan korupsi dan tindak pidana umum, syaratnya berawal dari KUHAP, untuk melakulan tindak pidana korupsi dan ditemukan dua alat bukti.
“Sebenarnya, dari putusan hakim, pengembalian kerugian negara Pak Fatlolon, tidak terlibat. Apabila keterangan terdakwa dipersidangan bisa dipakai alat bukti untuk proses penyidikan tersangka baru. Keterangan terdakwa petunjuk hakim. Harus dilakukan penyelidikan dulu, bukan langsung tetapkan tersangka,”ingatnya.
Sementara itu, Jaksa mengaku, kalau menggunakan Sprindik umum menerapkan PF tersangka, Pasalbessy menegaskan.”Saya baru dengar ada Sprindik umum. Ini repot. Saya pelajari hukum pidana. Harus ada objek dan subjek. Ini dikoreksi baik-baik. Saya mengatakan bahwa Sprindik, itu ibarat tebar Jala dapat ikan Bubara. Nah, ini sudah. Makanya diuji di Peradilan matilah kita. Kalau Sprindik umum syarat formil terpenuhi. Ini tidak bisa,”tegasnya.
Sementara itu, Nirahua mengatakan, sesuai analisis hukum yang telah dikemukakan surat penetapan pemohon, PF sebagai tersangka sesuai surat penetapan rersabgkan (PIDSUS-18) Nomor : B-816/Q.1.13/FD.2/06/2024, 19 Juni 2024, dan surat perintah penyidikan PRINT-297/Q.1.13/FD.2/06/2024, tanggal 19 Juni 2024 merupakan tindakan pemerintahan, sehingga harus memenuhi aspek legalitas tindakan pemerintahan.
“Tindakan pemerintahan yang dilakukan termohon (Kejari KKT), dalam bentuk diterbitkannya surat penetapan tersangka tanpa dua alat bukti sebagaimana dimaksud dalam pasal 184 ayat 1 KUHAP dan surat perintah penyidikan dengan mencantumkan PF sebagai tersangka tanpa didahului dengan pemeriksaan terhadap saksi-saksi maupun penetapan kerugian keuangan negara oleh lembaga negara dan atau lembaga pemerintahan yang memiliki wewenang untuk hal itu, sebagai bukti utama satu diantara 2 alat bukti yang menjadi bukti permulaan dalam penetapan seseorang sebagai tersangka tindak pidana korupsi, tidak memiliki keabsahan tindakan pemerintahan baik aspek wewenang, prosedur, subtansi, cacat Yuridis, dan karena itu, dapat dibatalkan atau tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,”kata Nurahua, yang pernah menjadi saksi ahli di 7 sidang Praperadilan.
Untuk itu, ingat Nirahua yang juga Guru Besar Fakultas Hukum Unpatti Ambon, akibat hukum, jika surat penetapan pemohon PF, terkait surat penetapan tersangka dan Sprindik tidak memenuhi aspek legalitas tindak pemerintahan, baik aspek wewenang, prosedur, maupun subtansi, membawa akibat hukum surat penetapan pemohon PF, oleh Kejari KKT, cacat Yuridis, sehingga secara hukum, tidak sah dan tidak memiliki kekuatan mengikat.
“Pemohon, PF sebagai mantan Bupati KKT, tidak dibenarkan menurut hukum ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi oleh Kejari KKT, tanpa alat bukti utama dalam tindak pidana korupsi, yaitu rekomendasi BPK, terkait dengan penetapan kerugian keuangan negara, dan membawa akibat hukum tindak pemerintahan tersebut cacat hukum, tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum,”jelasnya Nirahua, pernah menjadi saksi ahli 270 perkara di pengadilan.
Ketika ditanya PH PF, Sprindik khusus dan umum, ketika ditanya penasehat hukum mana yang menjadi dasar untuk pemeriksaan Praperadilan, apakah sesuai KUHAP, Nirahua mengatakan.
“Ada undang-undang yang lebih tinggi mengalahkan undang-undang dibawhanya. Kalau ada Sprindik umum dan khusus jaksa peroleh kewenangan atribusi. Kalau keputusan secara internal, apakah aturan secara umum. Maka tidal bertentangan dengan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan. Jadi bukan keputusan Kejaksaan. Kita pakai norma tinggi kesampingkan yang rendah. Makanya, undang-undang tidak mengatur Sprindik umum dan Sprindik khusus,”paparnya.
Sementara itu, Nirahua ditanya soal, SPDP lewat 7 hari atau sudah kadaluarsa, apakah masih berlaku.”Tentu tidak berlaku. Kita beproses dalam satu penyelenggaraan pemerintahan. Rumusan norma diikat. Penyalahgunaan wewenang. Jika alokasi lebih dari 1 hari tidak memiliki kekuatan mengikat,”pungkasnya.(DM-04)
