Hukum
Gugatan Chandra Ditolak, Laporan KPID Maluku di Polda Justeru “Mangkrak”
AMBON, DM.COM,-Gugatan perdata bos Televisi Kabel ditolak mentah-mentah pengadilan tingkat pertama dan tingkat dua. Namun, laporan pidana terkait ancaman komisioner dan alat bukti atau barang sitaan dipakai kembali untuk siaran, justeru tidak digubris pihak Kepolisian.
Ini setelah gugatan perdata bos Televisi Kabel, Philipus Chandra Hadhi, kepada Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Maluku ditolak majelis hakim Pengadilan Negeri Ambon dan Pengadilan Tinggi (PT) Maluku. Namun, laporan tindak pidana lembaga negara itu justeru “mangkrak” di meja Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Direkrimsus) dan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Maluku.
Ketua KPID Maluku, Mutiara D.Utama, S.Sos, M.I.Kom mengatakan, Pengadilan Tinggi Maluku, justeru sudah memutuskan menolak gugatan kuasa hukum Hadhi, setelah sebelumnya majelis Pengadilan Negeri Ambon menolak gugatan Hadi. Mutiara, juga menyoroti perkembangan penyidikan di Diskrimsus dan Diskrimum Polda Maluku yang sampai saat ini mengecewakan.”Kalau gugatan di pengadilan sudah incrah. Kalau laporan kami Direskrimum dan Direskrimsus tidak serius menjawab laporan KPID Maluku, “kata Mutiara, lewat rilis yang diterima DINAMIKAMALUKU. COM, Senin (22/8/2022).
Padahal, ingat dia, Philipus Chandra Hadhi selaku lokal Operator TV Kabel Putri dalam Perkara Gugatan Perdata kepada KPID Maluku di Pengadilan Negeri Ambon melalui Putusan Nomor 266/Pdt.G/2021/PN.Amb tanggal 26 Maret 2022 dan dikuatkan dengan Putusan Pengadilan Tinggi Ambon Nomor 22/PDT/2022/PT.AMB tanggal 7 Juni 2022 telah tegas menyatakan bahwa Gugatan Philipus Chandra Hadhi ditolak.
“Kemudian Philipus Chandra Hadhi dengan tidak mengajukan upaya hukum Kasasi terhadap Putusan tersebut maka putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap dan sudah tentu Philipus Chandra Hadhi harus tunduk dan patuh terhadap putusan tersebut,”tegasnya.
Berkaitan dengan putusan dimaksud dalam gugatannya, tandas dia, Philipus Chandra Hadhi berdalih tentang Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan KPID Maluku yang menyatakan Philipus Chandra Hadhi tidak memilikki Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) tidak terbukti.
“Oleh karena itu, dengan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut, apalagi dalam pertimbangan hukum Pengadilan Negeri Ambon melalui putusan Nomor 266/Pdt.G/2021/PN.Amb tanggal 26 Maret 2022 Majelis Hakim berdasarkan Fakta Hukum yang terungkap pada Persidangan telah jelas menegaskan bahwa Philipus Chandra Hadhi tidak memiliki Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP),”ingatnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Philipus Chandra Hadhi selaku Lokal Operator Tv Kabel Putri adalah illegal. “Bahwa pada tanggal 6 Januari 2022 KPID dengan Surat Laporan Pengaduan Nomor Laporan Pengaduan KPID Maluku Nomor 95/A.1.KPID Maluku/XII/2021 tanggal 17 Desember 2021 tentang temuan KPID Maluku atas barang sitaan Polisi yang digunakan oleh tersangka pemilik TV Kabel Putri untuk menyiarkan dan masih memungut biaya dari pelanggan sampai dengan hari ini dan dilanjutkan dengan Laporan Pengaduan KPID 02/A.1.KPID Maluku/I/2022 telah melaporkan Philipus Chandra Hadhi atas dugaan tindak pidana Penggunaan Barang Bukti Sitaan Penyidik Polisi yang mana Philipus Chandra Hadhi sebelumnya telah ditetapkan Tersangka oleh Ditreskrimsus Polda Maluku akibat tidak memiliki Izin Penyelenggaraan Penyiaran dan pelanggaran Hak Cipta,”paparnya.
Akan tetapi, kesal Mutiara, hingga saat ini laporan tidak diproses sesuai ketentuan yang berlaku, bahkan penyidik beralasan bahwa telah dibuat berita acara “titip rawat” sehingga barang sitaan dimaksud tetap berada dalam penguasaan pihak penyidik krimsus polda Maluku tetapi secara fisik barangnya tetap ada di Rumah Tersangka Philipus Chandra Hadhi.
“Bahwa dari laporan penggunaan Barang Bukti Sitaan Penyidik Polisi yang dilaporkan KPID tersebut, kemudian berulang-ulang kali KPID Maluku dalam koordinasi dengan Penyidik Krimsus Polda Maluku, untuk memberikan ketegasan terkait laporan KPID tersebut,”tandasnya.
Hal ini, tegas dia, karena Philipus Chandra Hadhi masih tetap menggunakan Barang Bukti sitaan dimaksud untuk menagih iuran pembayaran Tv Kabel dari Masyarakat yang sudah tentu jelas merupakan bentuk yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.”Namun, Penyidik Krimsus Polda Maluku kemudian tidak menanggapi serius dan memberikan jawaban secara lisan kepada KPID Maluku bahwa Laporan Pengaduan Penggunaan Barang Bukti oleh KPID tersebut bukanlah Laporan atau Pengaduan,”sebutnya.
Padahal, ingat dia, dalam perkembangannya pihak Ditreskrimsus Polda Maluku kemudian menghentikan penyidikannya dengan Surat Perintah Penghentian Penyidikan Nomor : SPPP/02/II/2022 Ditreskrimsus tanggal 22 Februari 2022 dengan alasan bahwa Kasus Philipus Chandra Hadhi bukanlah tindak pidana melainkan tindak administratif, sehingga akan dialihkan penanganannya ke Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Maluku guna pengenaan sanksi administratif kepada Phlipus Chndra Hadhi.
Hal tersebut diatas jelas menurut KPID merupakan kekeliruan oleh pihak Ditreksrimsus Polda Maluku sebab persoalan kasus Philipus Chandra Hadhi mestinya hanya menggunakan parameter Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
“Hal ini karena Undang-undang tersebut merupakan satu-satunya Pangkal Hukum Penyiaran di Indonesia sebagaimana yang diatur pada pasal 33 ayat (1) undang-undang 32 tahun 2002 yang menjelaskan bahwa “sebelum menyelenggarakan kegiatannya lembaga penyiaran wajib memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran, kemudian pemohon izin wajib mencatumkan nama, visi, misi, dan format siaran yang akan diselenggarakan serta memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan undangundang, dimana pemberian izin penyelenggaraan penyiaran sebagaimana dimaksud berdasarkan minat, kepentingan dan kenyamanan masyarakat.” bebernya.
Kemudian, papar dia, telah diatur ketentuan pidananya dalam Pasal 58 huruf (b) tentang pelanggaran terhadap ketentuan pasal 33 ayat (1) tersebut dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) untuk penyiaran televisi.
“Sehingga tidak ada standar penggunaan sanksi administratif yang dapat dipakai untuk menjerat Philipus Chandra Hadhi jika belum memiliki Izin dalam hal ini Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) sesuai kehendak dalam ketentuan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran,”ingatnya.
Hal krusial yang kemudian meresahkan dalam proses dimaksud adalah Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Maluku, tidak memiliki kewenangan dalam melakukan penyidikan terhadap kasus yang dialamatkan kepada Philipus Chandra Hadhi.
” Dimana Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Maluku, tidak memiliki Penyidik PNS yang dapat melanjutkan proses penyidkan dimaksud, sehingga ini jelas merupakan kerancuan hukum dalam penanganan perkara tersebut,”ujarnya
Namun, KPID Maluku, pada tanggal 28 Juni 2022 lalu, sudah berkordinasi secara langsung dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi RI terkait pernyataan salah satu pegawainya dalam memberikan pernyataan saat diminta menjadi saksi ahli.
“Kementeriankominfo menjelaskan bahwa Sebelum melaksanakan usaha penyiaran wajib memiliki Ijin Penyelenggara Penyiaraan (IPP) terkait dengan pernyataan mereka bahwa Perjanjian Kerja Sama (PKS) itu hanya mengatur distribusi isi siaran dan hubungannya dengan Hak Cipta. Jadi tetap jika TV Kabel Putri tidak memiliki IPP maka usaha tv kabel tersebut Ilegal atau tidak memiliki ijin,”jelasnya.
Tak hanya disitu, dia menuturkan, 17 Desember 2021 lalu, KPID dengan Surat Laporan Pengaduan Nomor 95/A.1.KPID Maluku/XII/2021 dan 02/A.1.KPID Maluku/I/2022 telah melaporkan Philipus Chandra Hadhi atas dugaan tindak pidana pengancaman.”Ini diduga dilakukan oleh Philipus Chandra Hadhi disaat KPID Maluku dalam tugas dan kewenangannya turun melakukan Monitoring dan Evaluasi (MONEV) terhadap Pelaku Usaha yang belum memilikki Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP),”terangnya
Ketika KPID tiba di Rumah Philipus Chandra Hadhi dan ingin melakukan penutupan siaran, dikarenakan saat itu Philipus Chandra Hadhi juga masih berstatus Tersangka dan masih menggunakan Barang Sitaan Polisi untuk memungut iuran.” Saat itu, Philipus Chandra Hadhi kemudian mengancam akan melakukan kekerasan dan membunuh KPID Maluku, jika berani melakukan penghentian siaran. Akibat hal tersebut KPID Kemudian telah melapor kepada Pihak Kepolisian pada Reskrimum Polda Maluku sesuai laporan diatas,”tandasmya.
Ironisnya, dalam penanganan laporan tersebut, hingga saat ini menurut hemat KPID Maluku, belum ada progress penanganan yang meningkat.”Buktinya, hingga saat ini masih dalam tahapan penyelidikan, yang kemudian juga pihak Penyidik Krimum Polda Maluku mengalihkan proses penyelidikan tersebut ke unit dibawahnya yakni Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) yang hingga saat ini tidak diketahui arah perkembangan kelanjutan dan progress daripada proses penyelidikan tersebut,”kesalnya.
Padahal, tambah dia, saat ini Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Lembaga Penyiaran di Provinsi Maluku berasal dari 47 lembaga penyiaran berijin ini dan KPID Maluku terus mendorong agar lembaga penyiaran yang belum berproses ijin dapat memproses ijin sesuai peraturan penyiaran yang berlaku.” Sehingga PNBP Maluku dari Lembaga Penyiaran tergolong terendah kurang lebih 2 miliar/tahun dapat meningkat menjadi lebih dari Rp 5 miliar setiap tahun. Selain PNBP meningkat otomatis membuka lapangan pekerjaan dan Ekonomi meningkat,”pungkasnya.(DM-02)