Politik
Ini Catatan Kritis Fraksi Golkar Terhadap APBD Maluku TA 2022
DINAMIKAMALUKU.COM, AMBON-Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Maluku, memberikan catatan kritis kepada Pemerintah Provinsi Maluku terkait APBD Tahun Anggaran (TA) 2022. Sebab, APBD 2022 mengalami penurunan bila dibandingkan dengan alokasi anggaran sebelumnya.
Dokumen kata akhir fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Maluku, terhadap RAPBD 2022 dalam rapat paripurna, Rabu (25/12/2021) sebagaimana yang diterima DINAMIKAMALUKU.COM, Kamis (16/12/2021) yang ditandatangani Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Maluku, Anos Yeremias dan Sekretaris Gadis Umasugy menyebutkan, anggaran transfer ke daerah terus mengalami penurunan yang menyebabkan pendapatan daerah terkoreksi secara signifikan, yakni dari Rp. 3,308 triliun (T.A. 2021) menjadi Rp. 2,869 triliun (T.A. 2022) atau menghalami penurunan
sebanyak Rp. 438,49 milyar atau sebesar 13,25 persen.
” Kami Fraksi Partai
Golkar, dengan ini menyampaikan beberapa poin kritis konstruktif terhadap Rancangan APBD Maluku tahun 2022 sebagai berikut.
Pertama, dalam dokumen RAPBD disebutkan bahwa dengan pendapatan daerah yang diproyeksikan hanya sebesar Rp 2,869 triliun pada 2022, maka
target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan Pemerintah Daerah adalah sebesar 5,43-6,02 persen,”rinci Yeremias dan Umasugy.
Dikatakan, target pertumbuhan pada kisaran ini tidak realistis dan tidakmencerminkan kondisi dimana sumber daya fiskal daerah sedang mengalami tekanan. Bahkan
ketika pendapatan daerah berada pada kisaran di atas Rp 3 triliun saja pertumbuhan ekonomi tetap tidak mencapai 5 persen.
Demikian halnya dengan
target pengentasan kemiskinan, dan penanggulangan pengangguran. Semua indikator makro ekonomi tersebut pasti akan ikut tertekan dan akan makin sulit dikendalikan. “Bagi Fraksi Partai Golkar, ada kesalahan mendasar dalam merencanakan proyeksi makro ekonomi daerah. Selain itu, penurunan pendapatan daerah yang sebesar 13,25 persen adalah sebuah kemunduran bagi
daerah seperti Maluku yang sedang gencar-gencarnya mengejar
ketertinggalannya. Seharusnya penurunan ini dapat diantisipasi sejak awal agar
dampaknya bagi pembangunan daerah tidak terlalu signifikan,”ingatnya.
Meski demikian, proyeksi Pendapatan Asli Daerah (PAD) mengalami pertumbuhan, yang ditopang oleh pertumbuhan pendapatan pajak daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain PAD yang sah, tetapi hal itu tidak sebanding dengan penurunan pendapatan daerah dari sisi Dana
Alokasi Khusus (DAK).
“Sehingga pertumbuhan PAD tidak sebanding dengan penurunan alokasi DAK. Memasuki tahun ketiga pemerintahan Murad Ismail-Barnabas Orno, kami tidak melihat ada terobosan subtantif dalam menggenjot
pertumbuhan pendapatan daerah. Meski terjadi perkembangan Pendapatan Asli
Daerah (PAD), tetapi hal itu sangat lambat dan tidak signifikan mengingat
penurunan perolehan dana transfer dari pemerintah pusat terjadi begitu drastis,”tegasnya.
Dikatakan, sebagai Kepala Daerah, Murad Ismail, belum berhasil
meyakinkan pemerintah pusat untuk tidak mengurangi jatah dana transfer bagi Maluku. Hal ini juga terlihat dari skema pembiayaan Ambon Newport dan Lumbung Ikan Nasional (LIN) yang tidak lagi memakai skema pembiayaan dari APBN tetapi sudah dikerjasamakan dengan swasta.
“Bagi Fraksi Partai Golkar
DPRD Provinsi Maluku, ini adalah nama lain dari pembatalan program strategis tersebut dengan narasi yang lebih diperhalus. Ini sekali lagi memberikan indikasi
bahwa Pemerintah Daerah belum mampu dalam mengamankan kepentingan
daerah di pemerintah pusat,”sebutnya.
Begitu juga dengan presentase penyerapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Provinsi Maluku tahun 2021 yang hingga November 2021 baru mencapai 39
persen menjadi terendah di Indonesia.” Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi
Maluku menilai, ini adalah kinerja keuangan terburuk diantara para kepala daerah
yang pernah memimpin daerah seribu pulau ini. Kinerja seperti ini jelas bertentangan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang menempatkan percepatan penanggulangan kemiskinan dan pengangguran
sebagai prioritas utama,”tandasnya.
Apalagi, sebagai daerah dengan ciri kepulauan, Maluku dengan kondisi
kemiskinan daerah yang masih tinggi, seharusnya Murad Ismail, harusnya
mampu meyakinkan pemerintah pusat untuk memperlakukan Maluku secara khusus pula. Dimana kebijakan refocusing DAU dan DAK sebaiknya dilakukan
secara berbeda, yakni dengan memberikan kompensasi pada anggaran
pembangunan infrastruktur di luar komponen pendapatan dana transfer.
Hal ini bisa berupa hibah atau merubah skema perhitungan DAU/DAK dalam Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, yang hanya mengakomodir wilayah darat dan jumlah penduduk sembari mengabaikan wilayah laut.
Tak hanya itu, Pemerintah Daerah Provinsi Maluku seharusnya proaktif dan ikut ambil bagian dalam mendorong realisassi RUU Provinsi Kepulauan. “Cita-cita untuk mengurangi kesenjangan antar kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah, sedang dan tinggi serta kesenjangan antar daerah, meningkatkan konektivitas, membuka keterisolasian sekaligus memperbaiki indeks gini rasio masih akan jauh dari harapan. Sebab kebijakan politik anggaran
pemerintah daerah berseberangan antara konsep dan aplikasi,”pungkas mereka.(DM-01)