Hukum
Ini Motif Eks Kejari KKT & Pejabat Kejati Diduga Peras PF, Menurut Policarpus Kelyombar
AMBON,DM.COM,-Oknum aparat penegak hukum biasanya dituding melakukan pemerasan terhadap para pihak yang berperkara atau tersandung tindak pidana. Motifnya, kasus dihentikan ditengah jalan atau mendapat keringanan hukuman.
Meski begitu, tudingan kepada aparat penegak hukum, biasanya tidak disertai dengan bukti, sehingga lemah dalam pembuktian hukum.
Namun, berbeda dengan proses penanganan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan mantan Bupati Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) Periode 2017-2022, Petrus Fatlolon yang dinilai sarat politik, ketimbang hukum.
Sebab, ketika Fatlolon akrab disapa PF, hendak kembali mencalonkan diri pada periode kedua merebut kursi Bupati KKT pada Pilkada serentak 2024 lalu, sejumlah dugaan Tipikor seperti SPPD Fikif di Setda KKT dan penyertaan modal di BUMD PT Tanimbar Energi, pihak Kejari KKT diam-diam menelusuri keterlibatan PF.
Meski PF tidak menguntungkan diri sendiri, aliran dana tidak mengalir kekantongnya, tidak ada saksi dan tersangka PT Tanimbar Energi yang mengaku PF menerima aliran dana, bahkan putusan majelis hakim yang menyidangkan para terpidana SPPD fiktif, kalau PF tidak terbukti dalam SPPD fiktif.
Namun, eks Kejari KKT, Dadi Wahyudi dan sejumlah mantan pejabat di Kejati Maluku, diduga kongkalikong tetap membidik PF untuk memerasnya agar menyetor Rp 10 miliar dan bisa ikut Pilkada.
Namun, upaya mereka untuk mendapatkan dana segar sebanyak itu, tidak diiyakan oleh PF. Menurut PF diberbagai kesempatan mengaku, tidak terlibat dan tetap ngotot maju di pesta demokrasi lokal lima tahunan 27 November 2024 lalu.
Ironisnya, Kejari KKT saat itu tiba-tiba menetapkan PF tersangka SPPD fiktif. PF melalui kuasa hukumnya gugat praperadilan penetapan tersangka oleh Kejari KKT di PN Saumlaki. Para pakar hukum Unpatti yang dihadirkan mengaku, penetapan tersangka oleh Kejari KKT, tidak sesuai aturan main, namun hakim tunggal Harya Siregar, menolak gugatan kuasa hukum PF.
Akibatnya, PF yang sudah mengantongi rekomendasi parpol untuk siap “perang”di Pilkada? akhirnya dibatalkan. Namun, kurang lebih 1,6 tahun PF belum juga ditahan.
Padahal, dugaan Tipikor penyertaan Modal BUMD PT Tanimbar Energi, Kejari KKT marathon memeriksa PF dan langsung ditahan di Rutan Waiheru, Kota Ambon.

Usai ditahan, PF sepertinya tidak tinggal diam. Melalui isterinya, Jois Pentury Fatlololon, mengadu Eks Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT), Dadi Wahyudi dan sejumlah eks pejabat di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku, ke Komisi III DPR RI.
Mereka diduga melakukan pemerasan terhadap PF terkait penanganan dugaan tindak pidana korupsi SPPD Fikif dan penyertaan modal di BUMD PT Tanimbar Energi.
Saat itu, bobrok Dadi Wahyudi dan sejumlah pejabat di Kejati Maluku, terkuak memeras PF senilai Rp 10 miliar, setelah Jois Pentury Fatlololon diundang Komisi III DPR RI, Kamis (4/12/2025). Ketika itu, isteri PF membeberkan sejumlah bukti video dan percakapan serta sejumlah bukti lainya, yang diduga keras mengarah pada tindak pidana pemerasan suaminya PF, sehingga merusak citra Kejaksaan.
Atas dasar itu, salah satu akademisi, Policarpus Kelyombar, SE, ME menilai, motif utama pemerasan yang dilakukan oleh individu dalam institusi penegak hukum dalam hal ini Kejaksaan, pada dasarnya bermuara pada keuntungan pribadi, baik berupa finansial maupun non-finansial, yang didorong oleh adanya kesempatan dan kurangnya akuntabilitas.
“Faktor-faktor yang melatarbelakangi motif ini meliputi, Keserakahan (Greed)
Motif paling mendasar di mana pelaku memiliki keinginan untuk mendapatkan keuntungan materi secara tidak sah, melebihi pendapatan resmi mereka,”kata Kelyombar, melalui keterangan tertulis yang diterima DINAMIKAMALUKU.COM, Senin (8/12/2025).
Apalagi, ingat Dosen Universitas Informatika dan Bisnis Indonesia ini, kesempatan (Opportunity) dalam kapasitasnya sebagai penegak hukum memberikan monopoli kekuasaan (diskresi) dan akses terhadap informasi atau proses hukum, yang membuka celah untuk memanfaatkan kelemahan sistem atau kurangnya pengawasan demi keuntungan pribadi.
“Berikut adalah Kebutuhan (Needs). Meskipun sering kali keserakahan menjadi motif utama, terkadang tekanan finansial pribadi, seperti upah yang dianggap rendah atau kebutuhan ekonomi, dapat menjadi faktor pendorong awal tindakan pemerasan,”terangnya.
Staf Direktur Bidang SDM PT Ghanesa Operation ini menilai, lemahnya sistem akuntabilitas dan pengawasan, sehimgga tidak adanya teladan integritas dari pimpinan, kultur organisasi yang tidak sehat, dan sistem pengendalian manajemen yang lemah menciptakan lingkungan yang kondusif bagi terjadinya praktik pemerasan dan korupsi.
“Rasionalisasi. Pelaku sering kali merasionalisasi tindakan mereka untuk membenarkan perbuatan melawan hukum yang dilakukan,”ingatnya.
Tak hanya itu, ketidakjelasan status kasus hukum, dalam beberapa kasus, oknum penegak hukum memanfaatkan tuduhan atau kasus hukum yang tidak jelas statusnya untuk menekan korban dan menjadikannya “ATM berjalan” atau lahan pemerasan.
“Secara ringkas, pemerasan oleh institusi penegak hukum adalah penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan untuk memaksa orang lain memberikan sesuatu, biasanya uang, dengan ancaman atau paksaan, demi memperkaya diri sendiri, yang difasilitasi oleh kelemahan sistematis dalam penegakan hukum itu sendiri,”pungkasnya.
Sekedar diketahui, bobrokDadi Wahyudi dan sejumlah pejabat di Kejati Maluku, terkuak memers Fatlolon akrab disapa PF senilai Rp 10 miliar, setelah Jois Pentury Fatlololon diundang Komisi III DPR RI, Kamis (4/12/2025). Ketika itu, isteri PF membeberkan sejumlah bukti video dan percakapan serta sejumlah bukti lainya, yang diduga keras mengarah pada pemerasan suaminya PF.
Komisi yang membidangi hukum itu, kemudian sepakat memanggil eks Kejari KKT, eks pejabat Kejati Maluku, Jamwas Kejagung, dan PF untuk dimintai keteranganya. (DM-04)