Pendidikan
Jabat Guru Besar Unpatti, Ini Solusi yang Ditawarkan Girsang Keluarkan Maluku dari Kemiskinan


AMBON,DM.COM,-Provinsi Maluku, saat ini masuk provinsi termiskin, bahkan sejumlah daerah masuk miskin ekstrim. Padahal, Maluku tekenal dengan sumber daya alam yang kaya dan melimpah.
Lantas, apa solusi mengeluarkan daerah ini dari stigma miskin. Untuk itu,Prof. Dr. Ir. Wardis Girsang, MSi ketika dikukuhkan sebagai Guru Besar Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, dalam rapat senat terbuka di Unpatti, Selasa (14/1/2025) menawarkan solusi mengeluarkan daerah ini dari garis kemiskinan.
Karenanya, Girsang yang menerima jabatan Guru Besar di Bidang Manajemen Sistem Pedesaan Fakultas Pertanian Universitas Pattimura memilih judul dalam usambutanya, yakni PERCEPATAN PENGENTASAN KEMISKINAN BERBASIS GUGUS PULAU DI PROVINSI MALUKU.
“Saya memilih judul ini karena provinsi ini masih bergelut dengan masalah kemiskinan selama 3-4 dekade
terakhir,”kata Girsang.
Dia menuturan, sejak tahun 1990 silam, dirinya banyak belajar dari petani
dan nelayan dengan model agroforestry sistem dusung yang mengintegrasikan hutan dan pesisir / laut, yang
berkata.
” Forest is the mother of the sea. Artinya di pulau-pulau kecil, laut dan darat satu kesatuan yang tak terpisahkan. Potensi sumberdaya alam, darat dan laut,
dikelola berkelanjutan dengan kearifan lokal dan modal sosial yang kuat. Saya juga banyak belajar dari petani di
desa-desa transmigrasi dengan model integrated livestock
farming systems, dimana padi sawah terintegrasi dengan
hortikultura dan ternak sapi,”tuturnya.
Selain itu, kata dia, dirinya memperoleh
kesempatan mempelajari Gugus Pulau bersama tim peneliti Unpatti dan Tim Bappeda Provinsi Maluku yang
melibatkan penggagasnya yaitu Dr Saleh Latuconsina.
“Potensi pangan lokal yang besar, perikanan dan kelautan,
cengkeh, pala dan kelapa, seharusnya membuat penduduk Maluku, khususnya di pedesaan, sejahtera, tidak miskin, stunting dan desa tertinggal,”jelasnya.
Padahal, Zero poverty tahun 2030 atau 2035 adalah salah satu dari 17 target Sustainable Development Goals (SDGs)
dimana Indonesia salah satu dari 190-an negara yang berkomitmen di dalamnya.
“Kemiskinan memiliki berbagai dimensi dan melibatkan masyarakat global,
regional dan lokal. Kemiskinan terbesar terjadi di Kawasan Sub-Sahara Afrika, Asia Selatan dan Asia Tenggara, dan negara-negara yang sedang dilanda
konflik, perang dan bencana alam,”terangmya.
Secara umum, lanjut dia, kemiskinan di Indonesia diukur dengan dua cara, yakni USD1.90 per kapita per hari (PPP)
untuk membanding kemiskinan antar negara, dan menggunakan ukuran kebutuhan dasar (basic needs),
52 jenis pangan (setara 2100 kilo kalori per kapita per hari) dan non pangan (rumah, pendidikan dan
kesehatan dan lainnya).
“Badan Pusat Statistik
menentukan Garis Kemiskinan (poverty line) yang nilainya meningkat dari tahun ke tahun. Misalnya, garis kemiskinan tahun 2023 di kota dan desa provinsi
Maluku adalah masing-masing Rp694.588 dan Rp676.005 per kapita per bulan. Jika dibagi 31 hari maka Rp22.406 per kapita/hari di kota atau Rp89.624/hari/rumah tangga (asumsi 4 orang/RMT),”rincinya.
Dia menegaskan, nilai ini tentu tidak cukup sebab asumsi bahwa mereka makan bersama dari satu dapur yang sama,
sering tidak berlaku lagi, mengingat banyak anggota keluarga saat ini membeli makanan di warung makan
atau makan di luar rumah.
“Nilai uang Rp22.406/hari/orang dianggap tidak cukup, apalagi di Maluku, sehingga garis kemiskinan dianggap terlalu
rendah. Namun, jika ukuran kemiskinan menggunakan standar Bank Dunia USD2/kapita/hari, maka jumlah penduduk miskin akan meningkat 1.4 kali,”paparnya.
Berdasarkan garis kemiskinan itu, kata dia, jumlah penduduk miskin di Maluku masing-masing 43.330 orang di kota dan 258.250 orang di desa atau total
301.610 orang bulan Maret 2023.
“Jumlah nominal terbesar penduduk miskin ditemuka di Maluku Tengah (67 ribu), Seram Bagian Barat, Kepulauan Tanimbar, kota Ambon (26 ribu) dan Buru (25 ribu), dan terkecil di Buru Selatan (9800). Distribusi persentase Kemiskinan menurut kabupaten/kota terpola sedemikian rupa selama puluhan tahun,”terangnya.
Pola itu adalah bahwa kota Ambon selalu dengan angka kemiskinan terendah, sekitar 5 persen. Menurut teori,
menurunkan angka kemiskinan sangat sulit jika angka kemiskinan sudah mencapai dibawah persen. Setelah
kota Ambon, kabupaten/kota yang angka
kemiskinannya lebih rendah (16%-17%) adalah Buru Selatan, Buru dan Maluku Tengah. Kabupaten Maluku Barat Daya, Kepulauan Tanimbar dan
Kepulauan Aru memiliki angka kemiskinan tertinggi yakni antara 24 persen dan 28 persen.
Sisanya, Maluku Tenggara, Kota Tual, Seram Bagian Barat dan Seram Bagian Timur persentasi jumlah penduduk miskinnya berada diantara kedua wilayah yakni antara 17 persen dan
23 persen. Pola ini seolah sudah persisten dari tahun ke tahun. Kemiskinan yang tinggi tetap saja di wilayah
Kabupaten Kepulauan Tanimbar, MBD dan Aru. Padahal di
kabupaten Tanimbar tidak ditemukan desa tertinggal.
Diakui, Kemiskinan disebabkan berbagai faktor kompleks: internal (attitude, kultural, kelemahan) dan eksternal
(struktural, teknologi, market, perang, bencana alam), korupsi, kerusakan lingkungan, dan khusus di wilayah
kepulauan dapat berupa geographical poverty trap.
” Maluku mempunyai angka kemiskinan 16.42 persen tahun 2023 dan 16.05 persen tahun 2024. Selama tiga dekade
terakhir (34 tahun), Maluku tetap menempati urutan
provinsi termiskin ke-3 (1990-2010), dan kemudian ranking ke-4 (2024) dari 34 provinsi atau urutan ke-8
dari 38 provinsi,”sebut Girsang.
Artinya, jelas dia, angka kemiskinan absolut di Maluku belum bisa dipercepat melewati provinsi lain karena berjalan perlahan, melambat, dan berfluktuasi,
dengan rata-rata penurunan sekitar 0.9 persen poin per tahun.
“Selanjutnya, kita perlu memahami bahwa
angka kemiskinan 16.42 persen bulan Maret 2023 adalah gabungan dari angka kemiskinan di desa dan kota,
masing-masing 24.64 persen dan 5.49 persen. Artinya, persentase kemiskinan di desa lima kali lebih tinggi dibanding di kota, angka stunting sebesar 24 persen lebih banyak ditemukan di desa,”bebernya.
Data Indeks Desa Membangun (IDM) menunjukkan bahwa dari 1200
desa di Maluku, 7 persen mandiri, 24 persen maju, 47 persen berkembang, tetapi masih ada 21 persen atau 258 desa
tertinggal/sangat tertinggal dalam aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.
” Jika hendak keluar dari jebakan
provinsi termiskin ke-3 atau ke-4 atau ke-8, maka pemerintah dan politisi yang bertanggungjawab atas kemiskinan, harus melakukan terobosan kebijakan untuk akselerasi pengentasan kemiskinan mulai dari pedesaan. Jika tidak, maka Maluku akan tetap rangking ke-4 atau ke-8 dari 38 provinsi pada lima tahun yang akan datang,”ingatnya.
Dia mengajak, belajar dari negara
Vietnam dan China yang melakukan percepatan penurunan kemiskian antara 2 persen dan 5 persen per tahun.
“Kebijakan penuruan kemiskinan dapat berupa neoliberalis atau konservatif. Kebijakan pertama negara
tidak mengintervensi pasar untuk melindungi orang miskin, termasuk petani dan nelayan. Orang miskin
mencari solusi sendiri sebab intervensi negara hanya menciptakan ketergantungan dan mengabaikan
ketidakmandirian. Kebijakan kedua negara harus mengintervensi pasar untuk melindungi orang miskin yang tidak memiliki daya menghadapi kekuatan
ekonomi pasar bebas,”harapnya.
Oleh karena itu, sambungnya,zkemiskinan adalah produk persaingan pasar bebas maka negara (pemerintah yang menguasai uang dan politisi
menguasai undang-undang) bertanggungjawab dan
harus membela penduduk miskin.
” Indonesia memilih kebijakan konvensional. Masalahnya, intervensi
bantuan hanya mengurangi rasa sakit, tidak mengobati dan menyembuhkan, bahkan menciptakan ketergantungan. Intervensi bantuan sering juga salah
sasaran ke orang tidak miskin karena fund delivery channel yang sarat dengan kolusi, korupsi, dan nepotisme. Pengawasan memastikan bahwa mereka yang miskin tahun lalu tidak miskin lagi tahun ini,”tandasnya.
Sebab risiko kebijakan konservatif adalah orang yang miskin tahun lalu tetap miskin tahun ini, bahkan yang
tidak miskin tahun lalu berubah menjadi miskin tahun ini.
“Kebijakan konservatif sangat perlu diawasi agar tidak menciptakan ketergantungan, korupsi dan salah
sasaran. Prioritas locus dan focus kebijakan adalah penurunan kemiskinan mulai dari desa. Desa tersebut
memiliki angka kemiskinan tinggi, tergolong sangat tertinggal/ tertinggal, angka stunting tinggi dan sudah memiliki daftar rumah tangga miskin yang jelas by name by address. Maka ada dua fokus dan locus Pembangunan di wilayah kepulauan secara terencana,
bertahap, simultan dan berkelanjutan,”ujarnya.
Fokus dan lokus pertama adalah percepatan penurunan jumlah rumah tangga miskin dan desa tertinggal di setiap kecamatan. Output dan outcomenya adalah penurunan jumlah orang miskin dan desa tertinggal. Fokus dan lokus kedua adalah hilirisasi
agribisnis komoditas unggulan di setiap Gugus Pulau sebagai pusat pertumbuhan (growth center).
” Jika fokus pertama mengentaskan kemiskinan maka fokus kedua adalah perubahan membangun kekuatan ekonomi lokal dari ekonomi yang digerakkan sumberdaya alam ke ekonomi yang digerakkan oleh investasi, berskala ekonomi, efisien dan berdaya
saing,”teragnya.
Hilirisasi atau industrialisasi pedesaan pulau kecil haruslah dengan investasi teknologi adaptif yang
ramah lingkungan (green economy, blue economy, bio-economy). Investasi dibutuhkan untuk
membangun teknologi industri pengolahan (agroindustri
plant) guna meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk dan turunan komoditas unggulan di
sektor perikanan, pertanian dan parawisata.
Tenaga kerja semi-terampil dan terampil itu dibutuhkan agroindustri
yakni sumberdaya manusia memiliki mindset wirausaha (entrepreneur). “Mereka dapat bekerja produktif, kreatif dan inovatif di sub-sistem hulu, on
farm, agro-industri, sub-sistem hilir dan atau subsistempenunjang. Sumber investasi dapat dari pemerintah pusat berupa dana kebijakan pembangunan wilayah provinsi kepulauan berbasis
GP, lembaga keuangan (bank), Domestic dan/ atau Foreign Direct Investment, perusahaan swasta besar
dan menengah. Prinsip dasar adalah bukan dimana lokasi industrinya, tetapi memastikan adanya
keterkaitan antara Perusahaan besar, sedang, menengah dan kecil (UMKM), koperasi dan Bumdes,
tidak merusak lingkungan, serta bagi hasil yang lebih adil antara investor, swasta dan perusahaan besar/
menengah dengan UMKM, koperasi dan Bumdes atau antara perusahaan inti dan plasma,”paparnya.
Faktor lain,,tambah dia, yang penting disiapkan adalah legalitas
hukum (low enforcement), status land property rights,yang tidak bermasalah, budaya dan etos kerja tenaga
kerja yang baik serta iklim sosial politik yang menciptakan rasa aman dan nyaman bagi investor dan entrepreneurs di pedesaan. Proses perizinan haruslah
lebih cair, adaptif dan hangat dengan batas waktu
jelas.
“Pemerintah daerah dan pusat perlu menyiapkan infrastruktur dasar untuk mendukung pembangunan
dan pengembangan hilirisasi komoditas unggulan di setiap Kawasan Gugus Pulau. Universitas berperan penting menyiapkan IPTEKS berbasis wilayah kepulauan, memproduksi lulusan dengan mindset.
entrepreneur, dan teknologi adaptif yang terus di upgrade untuk percepatan pengentasan kemiskinan
sekaligus mendorong percepatan ekonomi yang digerakkan oleh investasi dan inovasi,”pungkasnya.
Sekedar tahu, selain Girsang dikukuhkan sebagai Guru Besar ada 4 propfesor yang dikukuhkan, yakni Prof Semuel Tuhumury, Prof Karolis Anaktototy,Prof Barzah Latupono, Prof Yoisye Lopulalan.(DM-01
