Connect with us

Hukum

Ketua NasDem Kota Ambon Dipolisikan, Ini Kronologisnya

Published

on

DINAMIKAMALUKU.COM, AMBON-Diduga melakukan penggelapan, intervensi, pemalsuan, penyebaran berita bohong, dan menghalangi warga mendapat legalitas kepemilikan sertifikat tanah, Ketua DPD NasDem Kota Ambon, Morits Tamaela, dipolisikan oleh warga Hunuth Durian Patah, Kecamatan Baguala, Kota Ambon.

Melalui kuasa hukumnya, Herman Hattu, lapor Tamaela yang juga anggota DPRD Kota Ambon itu ke Polda Maluku, Senin (20/9/2021). Hattu mengaku, kliennya merasa tertekan dan takut karena ada ancaman yang diduga dilakukan oleh terlapor Tamaela dan kroni kroninya untuk membongkar bangunan dan rumah milik warga.

“Semua alat bukti termasuk surat rekomendasi dari Sekkot Ambon yang diduga palsu telah kami siapkan dan akan kami serahkan kepada penyidik Kepolisian guna dijadikan alat bukti dalam perkara dimaksud, ”kata Hattu, kepada DINAMIKAMALUKU.COM, Selasa (21/9/2021).

Dia mengaku, Tamaela seolah-olah ikut menghalangi warga mengurus sertifikat tanah. Padahal, tanah tersebut adalah tanah negara dan masyarakat Hunuth Durian Patah berhak mengurus sertifikat kepemilikan atas tanah tersebut.” Mourits Tamaela diduga dengan sengaja dan sistimatis serta masif mengambil keuntungan di atas tanah yang telah menjadi hak negara. Selain itu Tamaela mencoba menghambat proses sertifikasi tanah itu. Bahkan Mourits Tamaela melakukan intervensi langsung,”sebutnya.

Intervensi yang dilakukan Mourits Tamaela didasarkan atas pengakuan sepihak tanpa dasar hukum yang jelas. Pasalnya, Mourits Tamaela mengklaim anak dari Lodewijk Tamaela dan merupakan ahli waris tanah Eigendom verponding nomor 1036. “Hal ini berdasarkan surat keterangan ahli waris yang diterbitkan oleh pemerintah negeri Halong pada tanggal 6 Agustus 1993 lalu,”tuturnya.

Akibatnya, masyarakat Hunuth Durian Patah ingin menerbitkan sertifikat hak milik atas tanah tersebut, terlebih dahulu harus membayar sejumlah uang yang besarannya ditentukan oleh Mourits Tamaela.” Padahal sudah jelas bahwa tanah Eigendom verponding nomor 1036 tersebut telah sah menjadi milik negara. Dan bukan lagi menjadi milik keluarga Tamaela,”ingatnya.

Tak hanya disitu, 2016 lalu, mediasi antara kepala Desa Hunuth Durian Patah beserta perangkat desa. Dimana saat mediasi tersebut, masyarakat Hunuth Durian Patah menolak dengan tegas untuk mewajibkan masyarakat setempat memberikan ganti rugi kepada Mourits Tamaela.

Tamaela ternyata tidak tidak puas dengan mediasi tersebut. Tiba-tiba terbit surat rekomendasi dari Sekot Ambon nomor 583/4838/Sekkota. Surat tersebut diduga keras disampaikan lewat jalur-jalur yang tidak resmi kepada Joundry Kappuw, yang saat itu menjabat kepala desa Hunuth Durian Patah, yang isinya menyatakan bahwa sesuai keputusan dalam pertemuan dan mediasi antara kepala desa Hunuth Durian Patah bersama Morits Tamaela, maka diwajibkan masyarakat yang berada di atas tanah tersebut wajib membayar sejumlah uang kepada Mourits Tamaela.” Padahal kesepatan tersebut tidak pernah ada dalam mediasi tersebut,”ingat Hattu.

Disinyalir rekomendasi Sekkot Ambon ini dibuat secara tidak resmi untuk kepentingan Mourits Tamaela yang sekarang menjabat selaku anggota DPRD Kota Ambon dari fraksi NasDem. Bahkan tindakan Anggota DPRD Kota Ambin ini semakin menjadi jadi. Ironisnya, 11 Mei 2021 yang bersangkutan (Tamaela) mencegah pengukuran tanah tanah sebagai tindak lanjut PTSL.

Ini bermula dari tanah Eigendom verponding nomor 1036. Sebagai tanah bekas hak barat seluas kurang lebih 17 hektar, atas nama Petrus Tamaela.

Diareal lahan itu bangunan milik masyarakat Hunuth Durian Patah. Mereka bangun rumah mereka diketahui pemerintah Desa Hunuth Durian Patah.

Meski puluhan tahun mereka menempati lahan itu, Lodewijk Tamaela (almarhum) mengklaim tanah yang ditempati warga tersebut adalah miliknya, termasuk kali Waila.

Tak hanya disitu, 1994 lalu, almarhum Lodewijk Tamaela pernah mempersoalkan dan menuding pejabat Desa Hunuth Durian Patah Reinhard Kappuw, diam diam dan tanpa hak mengambil batu di sungai Waila, tanpa sepengetahuan.

Lodewijk Tamaela, juga pernah menggugat pejabat Desa Hunuth Durian Patah di Pengadilan Negeri Ambon. Dengan tuduhan perbuatan melawan hukum.

Namun upaya Lodewijk Tamaela tersebut kandas, setelah Pengadilan negeri Ambon dalam putusannya nomor 141/Pdt.G/1994/PN.AB di tolak oleh majelis hakim. Tidak puas, Lodewijk Tamaela pada tahun 1995, kembali menggugat pemerintah Desa Hunuth Durian Patah dengan tuduhan dan objek yang sama pada gugatan 1994 lalu.

Seperti gugatan sebelumnya, gugatan yang dilayangkan Tamaela pada tahun 1995 dengan nomor 127/PDT.G/1995/PN.AB juga ditolak majelis hakim. Merasa tidak puas, Tamaela melayangkan banding dan hasilnya juga ditolak. Begitu juga dengan kasasi yang dilayangkannya juga ditolak majelis hakim Mahkamah Agung.

Setelah memenangkan gugatan melawan Lodewijk Tamaela, selanjutnya pada tahun 2014 lalu, untuk menjamin adanya kepastian hukum dan perlindungan hukum atas kepemilikan tanah masyarakat, pemerintah kota Ambon melalui kepala badan pertanahan Nasional kemudian menyelenggarakan program sertifikasi tanah melalui program PRONA. Dimana tanah di Hunuth Durian Patah sebagai salah satu lokasi sasaran PRONA di kota Ambon.

Terkait hal tersebut dan guna pengumpulan data fisik dan yuridis, maka BPN Kota Ambon pada tahun 2014 melakukan sosialisasi PRONA di Hunuth Durian Patah, yang dibawakan oleh kepala BPN Kota Ambon, Ferry Soukotta. Dalam sosialisasi tersebut kepala BPN Kota Ambon saat itu menyatakan dengan tegas, bahwa berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Maka tanah bekas Eigendom verponding nomor 1036 adalah sah milik negara.

Dan sesuai aturan BPN, siapapun yang yang menduduki dan menguasai fisik bidang tanah negara tersebut secara turun temurun berhak untuk memperoleh sertifikat hak milik atas tanah negara.(DM-01)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *