Ragam
Letjen Agus Subiyanto Kawan dari Solo Jadi Kasad
Oleh : Dr. M.J. Latuconsina, S.IP, MA
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pattimura
Para ilmuan administrasi publik menilai pengisian jabatan yang baik harus mengarah pada pendekatan merit system. Pada pendekatan ini mengutamakan kesejajarkan aspek kompetensi (competence), kualifikasi (qualification), prestasi kerja (performance), adil (fairness), dan terbuka (open). Berbeda dengan pendekatan spoil system. Dalam pendekatan ini penempatan seseorang pada jabatan publik didasarkan pada aspek kekeluargaan atau pertemanan, dengan pertimbangan suka tidak suka pimpinan.
Disamping dua pendekatan itu, para ilmuan administrasi publik juga menyebutkan pendekatan senior system. Dalam pendekatan ini, mutasi atau rotasi jabatan yang dilakukan pada organisasi publik didasarkan atas masa kerja, usia, dan pengalaman kerja seseorang. Secara teoritik itulah tiga pendekatan yang biasa menjadi indikator dari para pimpinan untuk mengangkat seseorang guna memangku jabatan publik, dengan plus dan minusnya.
Relevan dengan pengangkatan seorang Perwira Tinggi (Pati) di jajaran Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD), dengan persetujuan resmi dari Presiden untuk mengisi jabatan publik di tubuh korps loreng itu, juga akan menggunakan salah satu dari tiga pendekatan dimaksud. Dari tiga pendekatan tersebut, dipastikan mengarah pada pendekatan spoil system, dengan menggabungkan sebagian unsur dari pendekatan merist system dan pendekata senior system.
Pasalnya relasi pertemanan akan memudahkan Presiden dalam mengendalikan figur dimaksud, untuk mengamankan kepentingannya dalam menjalankan roda pemerintahan sampai dengan berakhirnya masa jabatannya di tahun 2024 mendatang. Tentu dengan berbagai kompleksitas sosial-politik yang dihadapinya dipenghujung masa jabatannya itu, yang relevan juga dengan agenda akbar Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024, yang merupakan salah satu ajang politik transisi jabatannya tersebut.
Terlepas dari itu, sejak sepekan tiga figur Pati dijajaran TNI AD mencuat namanya dihadapan publik, yang disebut bakal menggantikan Kepala Staf TNI AD (Kasad) Jenderal Dudung Abdurrahman, yang pada 17 November 2023 nanti pensiun. Mereka antara lain ; Panglima Komando Cadangan Strategis AD (Pangkostrad) Letnan Jenderal (Letjen) Maruli Simanjuntak, Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad) Letjen Agus Subiyanto, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen Suharyanto.
Dari tiga figur Pati berbintang tiga tersebut, yang menguat namanya untuk menduduki jabatan nomor satu di tubuh TNI AD yakni, Letjen Agus Subiyanto. Menurut Anton Aliabbas (2023) Kepala Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) Letjen Agus disebut sebagai prajurit “paket lengkap” karena memiliki pengalaman penugasan dari satuan tempur, pendidikan, sampai dengan teritorial. Di lingkungan teritorial, Letjen Agus juga tercatat pernah menjabat Komandan Resort Militer (Danrem) 132/Tadulako Palu.
Begitu pula ia pernah mengemban jabatan sebagai Panglima Daera Militer (Pangdam) III/Siliwangi. Saat menjabat Danrem 132/Tadulako Palu, kata Aliabbas ia ikut berjibaku dalam penanganan bencana likuifaksi di Palu. Ia juga memiliki riwayat pendidikan kemiliteran yang lengkap, mulai dari Sesko hingga menjadi dosen di Sesko. Agus telah mengikuti Seskoad, Sesko TNI, hingga Lemhannas serta tercatat pernah menjadi dosen di lingkungan Seskoad. (Tempo, 25/10/2023).
Aspek yang tak kalah menarik dari Jenderal asal Cimahi, Jawa Barat ini adalah kedekatan Presiden Joko Widodo dengannya. Ketika Agus Subiyanto masih menjabat sebagai Komandan Distrik Militer (Dandim) 0735/Surakarta (2009-2011), pada saat yang bersamaan Joko Widodo sementara mengemban jabatan sebagai Walikota Solo. Sebagai Walikota Solo kala itu Joko Widodo memiliki posisi selaku Ketua Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), dan Dandim 0735/Surakarta memiliki posisi selaku anggota Forkopimda Kota Solo.
Terdapat relasi kerja sama diantara para pimpinan lembaga di level lokal, yang terhimpun pada Forkopimda tersebut dalam mensupport kelancaran pemerintahan umum di kota berjuluk batik itu. Jejak rekam (track record) karier, kepangkatan dan pengenalan pernah bekerjasama di kota budaya tersebut dengan Presiden Joko Widodo, yang kemudian berdampak pada keterpilihan Wakasad, untuk mengisi jabatan nomor satu di jajaran TNI AD tersebut.
Apakah pergantian Kasad ke Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) periode 2020–2021 itu berkaitan erat dengan supportnya untuk mengsukseskan putra Presiden bersama Ketua Umum Partai Gerindra dalam pemenangan Pemilihan Presiden, dan Wakil Presiden (Pilpres-Pilwapres) 2024 ? . Tentu terpulang pada publik untuk menilainya. Akan tetapi, pelantikan Letjen Agus Subiyanto sebagai Kasad direspons Puan Maharani Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), agar netral dan tidak terlibat politik praktis.
Ia mengatakan bahwa, soal peran TNI dalam demokrasi, terutama di tahun politik jelang Pemilu 2024, agar prajurit menjunjung tinggi netralitas. Prajurit TNI tidak boleh terlibat dalam politik praktis atau menjadi alat politik dari kelompok atau partai manapun. Kasad yang baru perlu memastikan bahwa semua prajurit memahami peran TNI dalam mendukung sistem demokrasi di Indonesia dan tidak terlibat dalam politik praktis.
Semua prajurit TNI AD bekerja dengan profesional saat membantu menjaga pelaksanaan Pemilu 2024 agar berlangsung dengan kondusif di seluruh wilayah di tanah air. Ia yakin Jenderal Agus Subiyanto merupakan pemimpin teladan yang dapat memberikan contoh kepada seluruh prajurit TNI AD untuk menjunjung tinggi netralitas demi terciptanya Pileg dan Pilpres 2024 yang damai dan gembira bagi masyarakat. (Detik, 25/10/2023)
Diluar sisi statemen normatif dari Ketua DPR itu, jika kita lihat secara saksama ternyata pengangkatan seorang Pati di tubuh TNI oleh Presiden saat ini, sebenarnya meniru yang pernah dilakukan Presiden Soeharto, dimana sejumlah Kasad dan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Pangab) pada zamannya, adalah mereka yang memiliki relasi kedekatan pribadi dengannya sebagai ajudan. Sebut saja Jenderal Tri Soetrisno, Jenderal Wiranto, Jenderal Subagyo HS dan Jenderal Soeyono mereka adalah Kasad, Kasum hingga Pangab.
Sama juga saat Presiden Joko Widodo mengangkat Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai Panglima TNI. Pengangkatan ini tidak terlepas dari kedekatan mereka, dimana pada tahun 2010 lalu Marsekal Hadi pernah mengemban jabatan sebagai Komandan Pangkalan Udara (Dan Lanud) Adi Soemarmo, Solo yang bertepatan dengan Joko Widodo tengah menjabat periode kedua selaku Walikota Solo.
Padahal karier Marsekal Hadi di Angkatan Udara (AU) biasa-biasa saja sebelum menjabat sebagai perwira tinggi bintang satu. Ia hanya bertugas sebagai pilot pesawat angkut Cassa, salah satu jenis pesawat angkut ringan. Ia mulai menanjak kariernya saat dia diangkat menjadi Komandan Lanud Adi Soemarmo, Solo, Jawa Tengah pada 2010. Awalnya hendak ditempatkan di Lanud Hussein Sastranegara, Bandung, namun ia kemudian ditempatkan di Lanud Adisumarmo, Solo.
Di Kota batik itu ia bersua Joko Widodo yang saat itu menjadi Walikota Solo. Tatkala Joko Widodo menanjak kariernya hingga ke jabatan Presiden seiring sejalan karier Marsekal Hadi pun menanjak, karena diperhatikan sohibnya itu. Ia pun mengemban jabatan Sekretaris Militer (Sekmil) Presiden, Inspektur Jenderal Kementerian Pertahanan (Irjen Kemenhan), Kepala Staf AU (Kasau) hingga dilantik Presiden Joko Widodo sebagai Panglima TNI pada 08 Desember 2017. (Tempo, 09/12/2017).
Begitu pula keterpilihan Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kaporli), juga tidak terlepas dari pengenalan Presiden Joko Widodo terhadapnya. Pasalnya pada tahun 2011 lalu Jenderal Polisi kelahiran Ambon 05 Mei 1969 ini pernah mengemban jabatan sebagai Kepala Kepolisian Resort Kota (Kapolresta) Surakarta, yang juga seiring sejalan dengan Joko Widodo tengah menjabat periode kedua sebagai Walikota Solo.
“Duet” mereka berlanjut ke Istana. Pada waktu Jokowi menjadi presiden di periode pertama, Jenderal Polisi Sigit dipilih pula sebagai ajudan pertama Presiden Joko Widodo. Sebutan Sigit sebagai “the president man” alias “orangnya Jokowi” pun lekat sejak itu. Ia menjadi ajudan Presiden Joko Widodo sejak 2014 sampai dengan 2016, selanjutnya ia mengemban jabatan sebagai Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Banten serta Kepala Devisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Markas Besar Polri
Tak berhenti sampai disitu kariernya di Kepolisian, Jenderal Polisi Sigit kemudian menjadi Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri pada Desember 2019. Saat itu, ia dikenal dengan sejumlah kasus, yakni penangkapan Djoko Tjandra hingga pengungkapan penyerang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. Hingga pada 27 Januari 2021, ia dilantik oleh Presiden Joko Widodo menjadi Kapolri. (Kompas, 27/01/2021). Akhirulkalam, tentu sesuatu yang tidak terjadi secara kebetulan, tapi didasari oleh relasi kedekatannya dengan Joko Widodo sejak di Kota Solo.(**)