Connect with us

Hukum

Pemilik Lahan Ancam Tutup IPST Toisapu, Kota Ambon Bakal Penuh Sampah

Published

on

DINAMIKAMALUKU.COM, AMBON-Janji pemerintah Kota Ambon, melakukan pembayaran kepada pemilik lahan Instalasi Pengelolaan Sampah Terpadu (IPST) di Dusun Toisapu, Desa Hutumuri, Kecamatan Leitimur Selatan, belum ditetapi. Akibatnya, pemilik lahan ancam tutup paksa lokasi pembuangan sampah itu.

Sebelum menutup ITSP Toisapu, Walikota Ambon, Richard Louhenapessy, lebih dulu disomasi. Langkah somasi dilayangkan oleh Ma’ad Patty, kuasa hukum pemilik lahan Enne Yosephine Kailuhu, selama dua hari sejak 29 September hingga 30 September 2020.

Daniel Manuhutu, mewakili pemilik lahan Enne Yosephine Kailuhu menegaskan, Somasi dilayangkan kepada Walikota Ambon, karena tidak memiliki itikat baik untuk menyelesaikan pembayaran lahan yang digunakan untuk pengolahan sampah.
“Jadi Pemkot, tidak memiliki itikat baik sejak adanya putusan PN Ambon, 2 Juli 2020 lalu, sehingga kita layangkan Somasi ke Pemkot, selama dua hari sejak kemarin,” ungkap Daniel, kepada wartawan, Rabu (30/9)

Dikatakan, sesuai surat perjanjian damai ayat (6) menyatakan Pemkot Ambon, secara itikat baik berdamai dengan pihak pertama, dimana pihak kedua atau Pemkot, menyelesaikan perjanjian untuk memberikan kompensasi kepada pihak pertama dalam pemanfaatan dati Haleru seluas 10 hektar, namun sejak perjanjian itu ditandatangani Pemkot, belum membayar.

Untuk itu, jika Somasi tidak direspon oleh Pemkot, dia mengancam pemilik akan tutup lahan pembuangan dan pengolahan sampah itu secara total, termasuk lahan salah bayar, sehingga Kota Ambon tidak lagi memiliki tempat pembuangan akhir sampah.
“Jika somasinya tidak direspon maka akan ditutup total termasuk lahan yang salah bayar,” tegasnya.

Daniel kemudian menuturkan, sejak tahun 2007 lalu pihaknya mendatangi Pemkot, namun tidak ada hasil apapun, hingga tahun 2017 lalu, Enne Yosephine Kailuhu, dipanggil oleh Walikota, Richard Louhenapessy, guna penerbitan Amdal, setelah Pemkot butuh lahan seluas 16 hektar.
Ene Kaliuhu kemudian memproses Amdal bersama Pemkot dan dijanjikan setelah hari raya Idul Fitri, 2017 lalu atau setelah Amdal keluar akan dibayar. Ironisnya Amdal sudah dikeluarkan, pembayaran tidak kunjung dilakukan oleh Pemkot.

Selanjutnya, tutur dia, 2019 lalu, pemilik lahan kembali melaporkan Pemkot ke Menkopolhukam dan diawal tahun 2020, Pemkot dipanggil oleh Menkopolhukam dan akhirnya disanggupi serta meminta berdamai dengan pemilik lahan.

Setelah berdamai pemilik lahan membuat perjanjian dengan Pemkot pada medio Mei 2020. Subtansinya, Pemkot akan membayar 10 hektar dengan DP satu hektar yang sesuai kesepakatan harga DP sebesar Rp 660 juta.
“Setelah DP diberikan maka setelah PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) akan didatangkan Appraisal untuk menentukan harga,”jelasnya.

Namun, kesal dia, sampai saat ini Pemkot, diminta pertanggungjawaban dari tindak lanjut dari perjanjian, tapi tidak digubris oleh Pemkot. “Nah, kalau tidak ada itikad baik, maka kami terpaksa menutup lahan yang baru. Pemkot sewaktu membutuhkan lahan mengejar pemilik hingga ke Jakarta, tetapi begitu mendapatkan lahan justru acuh dengan pemilik lahan, “ujarnya.(DM-01)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *