Connect with us

Ragam

Pulau Kesui Minim Infrastruktur Jalan, Warga Sering Jadi “Tumbal” Gelombang Tinggi

Published

on

Oleh: ARIF ASLIN ELIS

BULA,DM.COM,-
Musim timur menjadi momok yang menakutkan bagi warga di Pulau Kesui Kecamatan Kesui Watubela, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT). Bagaimana tidak, di musim tersebut gelombang tinggi pasti akan terjadi.

Bagi warga yang mendiami wilayah Kesui bagian barat, musim timur adalah bencana non alam yang akan mereka derita. Kelaparan menghantui dan bila nekat menyebrang maka nyawa jadi taruhan. Meski demikian, ada saja yang nekat. Resikonya sesekali ada warga yang mengalami kecelakaan laut (laka laut).

Dalam satu tahun terakhir sudah terjadi hampir sepuluh kali laka laut dialami warga Kesui terutama mereka yang tinggal di desa-desa pesisir barat. Pada Julia  2022 saja terjadi tiga kali musibah kecelakaan laut di Kesui dan memakan korban jiwa disertai kerugian mencapai ratusan juta rupiah.

Selain laka laut yang tercatat, ada pula laka laut yang tidak tercatat dan tidak terkabarkan sampai ke telinga aparat maupun insan pers.

Apa yang salah dengan kondisi itu? Padahal semua tempat di Maluku bahkan Indonesia juga terjadi musim timur.

Penyebabnya adalah akses jalan yang minim terutama untuk kendaraan roda dua maupun roda empat. Bila jalan melingkari pulau itu telah dibangun pemerintah, maka musibah laka laut tidak akan terjadi. Sebab, aktifitas pemerintahan dan pusat perekonomian berada di satu titik yakni ibukota kecamatan yang notabene berada di wilayah timur.

Selain itu, pelabuhan laut baik pelabuhan perintis maupun pelabuhan penyebrangan (fery) juga terdapat di wilayah timur. Inilah yang memaksa warga Kesui pesisir barat nekat menempuh jalur laut ke wilayah timur untuk urusan pemerintahan, ekonomi dan lainnya.

Akibatnya, tak jarang warga setempat menjadi korban keganasan gelombang tinggi musim timur diperairan tersebut.

Salah satu contoh kecelakaan laut yang terjadi pada 20 Juli 2022 silam. Sebuah longboat berpenumpang 7 penumpang warga desa Karlomin, Kesui Watubela terbalik. Kejadian naas itu merenggut satu nyawa.

Korban meninggal itu bernama Meryetah Sagat. Wanita paruh baya ini merupakan penumpang kapal laut yang baru saja tiba dari Kota Tual dan ingin kembali ke kampung halamannya menggunakan longboat. Namun naas, ia harus meregang nyawa dalam perjalanan akibat gelombang tinggi.

Selain kondisi gelombang, perahu longboat yang ditumpangi Maryetah dan enam penumpang lainnya juga memuat puluhan karung beras.

Menurut keterangan warga di lokasi kejadian, longboat naas tersebut terbalik saat dalam perjalanan dari desa Tanah Baru menuju desa Karlomin. Kejadian tersebut terjadi saat akan keluar dari perairan teluk Tanah Baru longboat dihantam gelombang tinggi. Akibatnya, longboat langsung terbalik dan menutupi seluruh penumpang.

Beruntung saat itu ada longboat lain yang melintas dan langsung menyelamatkan sejumlah penumpang yang sedang mengapung di air. Selain itu, laka laut ini terjadi belum jauh dari daratan. Sebab itu, sejumlah penumpang mampu menyelematkan diri dengan berenang ke tanusang yang tak jauh dari perkampungan warga.

Menurut penuturan salah satu warga, saat itu cuaca di perairan Kesui bagian timur memang bergelombang. Namun berbeda dengan cuaca di perairan Kesui pesisir pantai barat yang terlihat biasa-biasa saja.

Oleh karena itu, warga Karlomin yang notabenenya tinggal di pesisir barat berani melakukan perjalanan menggunakan longboat ke desa Tanah Baru yang merupakan pusat perekonomian serta wilayah pelabuhan.

“Korban yang meninggal ini warga Karlomin yang baru tiba dari Tual dengan kapal semalam. Mereka mau kembali ke kampung, makanya menumpang dengan longboat itu,”ujar Bertha salah satu warga Karlomin.

Tak hanya warga di pesisir barat, ancaman gelombang tinggi juga menghantui warga Kesui pesisir timur terutama mereka yang dihidup desa-desa yang jauh dari ibukota kecamatan yang juga menjadi pusat perekonomian wilayah setempat. Tidak jarang ada yang mengalami laka Laut seperti yang dialami warga pesisir barat.

Misalnya saja pada 30 Juli 2022 sebuah longboat berpenumpang tiga orang warga desa Amarlaut juga terbalik.

Tidak ada korban jiwa dalam musibah tersebut. Longboat ini mengangkut material bangunan berupa besi dari desa Tanah Baru untuk dibawa ke desa Amarlaut.

Beruntung longboat terbalik tidak jauh dari perkampungan warga. Olehnya itu, saat musibah tersebut terjadi warga setempat langsung melakukan penyelamatan terhadap tiga penumpang yang ada dalam longboat tersebut.

Salah satu korban, Alimin Rumalean menuturkan, longboat yang ditumpanginya terbalik akibat dihantam ombak. Ia mengatakan, saat membongkar besi dari gudang untuk dinaikkan ke atas longboat, cuaca saat itu belum terlalu bergelombang. Namun, dalam perjalanan menuju tempat tujuan angin mulai kencang.

“Ombak hantam katong (kita) sped langsung terbalik, untung katong belum jauh dari kampung (Tanah Baru). Katong terbalik masih didangkal,”ujarnya.

Ia mengaku, mereka terpaksa harus memuat besi untuk bahan bangunan itu pakai transportasi laut karena akses lewat jalan darat belum ada. Selain itu, longboat yang digunakan sebagai transportasi kapasitasnya kecil.

“Ya kondisinya seperti itu, katong terpaksa harus lewat laut karna seng (tidak) mungkin kalau lewat jalur darat, jalan aspal seng ada,”tutur dia.

Ia berharap, kondisi tersebut bisa membuka mata pemerintah daerah agar akses jalan lingkar Kesui bisa segera selesaikan.

Anggota DPRD Kabupaten Seram Bagian Timur, Abdul Gafar Wara wara menyoroti laka Laut yang sering terjadi di perairan Kesui.

Menurut dia, musibah tersebut dapat diminimalisir bila pemerintah membangun akses jalan di pulau tersebut.

Kata dia, satu-satunya moda transportasi yang bisa digunakan warga disana adalah angkutan laut berupa longboat. Oleh karena itu ia berharap, dari rentetan musibah yang terjadi itu sudah seharusnya pemerintah daerah segera menyelesaikan pembangunan jalan lingkar Kesui.

“Persoalan laka laut di Kecamatan Kesui Watubela dan Teor ini terjadi karena akses jalan yang minim, harusnya pemerintah daerah menjadikan ini sebagai skala prioritas, menjadi perhatian pemerintah kabupaten maupun pemerintah provinsi Maluku, karena ini tanggung jawab bersama,” katanya.

Politisi PKB asal Kesui ini mengaku, bila akses jalan lingkar Kesui sudah di bangun otomatis akan mengurangi musibah laka laut yang di sering dialami warga Kesui.

Dikatakan, warga setempat terpaksa menggunakan transportasi laut meski ditengah kondisi gelombang tinggi untuk urusan sehari-hari lantaran akses jalan antar desa masih minim apalagi untuk dilalui kendaraan roda empat.

“Transportasi darat tidak ada karena jalan lingkar Kesui belum selesai dibangun. Akhirnya warga dari desa A mau ke desa B terpaksa harus lewat laut, “sebut Gafar.

Pembangunan jalan lingkar Kesui sebetulnya sudah di mulai tahun 2003 di masa pemerintahan gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu. Anggaran pembangunannya bersumber dari dana Inpres nomor 6 tahun  2003. Ruas pertama yang dibuka adalah akses dari wilayah barat menuju timur. Dimulai dari Sumelang sampai ke Tamher Timur. Namun pembangunannya mandek.

Setelah itu, ditahun 2015 pemerintah Provinsi Maluku kembali menganggarkan dana senilai Rp.7 milyar untuk melanjutkan pembangunan jalan tersebut. Akibat dana yang dialokasikan terlalu kecil pembangunan jalan tersebut tidak rampung.

Pemerintah Kabupaten Seram Bagian Timur dibawah kepemimpinan bupati Abdul Mukti Keliobas lalu mengambil alih pembangunan jalan lingkar Kesui. Mereka kemudian mengalokasikan dana dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2018 untuk membangun jalan tersebut.

Ruas yang dikerjakan meliputi wilayah timur. Mulai dari desa Tamher Timur sampai ke desa Amarlaut.

“Tapi kita belum bisa bangun banyak, kita bangun bertahap, sedikit-sedikit dulu yang penting ada sentuhan pembangunan, “ungkap bupati saat melakukan pertemuan dengan warga Kesui pada 2017 silam.

Meski mulai dibangun dari tahun 2018 hingga kini pembangunan jalan lingkar Kesui belum selesai. Anggaran yang dialokasikan dari tahun ke tahun tidak sampai Rp.10 Milyar. Hal ini mengingat porsi APBD SBT yang minim. Bila ingin menyelesaikan pembangunan seluruh jalan dibutuhkan anggaran hampir Rp.100 Milyar.

“Kalau berharap bangun banyak tidak mungkin Paling tidak 4 sampai 5 miliar, “katanya.

Namun bupati mengaku, pembangunan jalan sepanjang 27 kilo meter itu akan terus dianggarkan dalam APBD ditahun-tahun mendatang. Bila dikalkulasikan, pembangunan jalan lingkar Kesui dengan metode konstruksi Lapen membutuhkan anggaran sekitar Rp. 50 miliar.

“Kita tidak mungkin menyelesaikan semua, tapi komitmen Pemerintah daerah untuk setiap tahun kita akan terus anggarkan untuk pembangunannya. Paling tidak kita gusur dulu untuk mempermudah akses masyarakat dari kampung ke kampung, “jelas bupati.

Bupati katakan, pembangunan jalan yang akan menghubungkan sejumlah desa itu, akan dibangun dipesisir timur pulau Kesui yakni dari desa Tanah Baru hingga desa Utta. Sementara pesisir barat, dari Tanah Baru hingga desa Sumelang telah dibangun pada tahun 2015 lalu menggunakan dana hibah Pemerintah Provinsi Maluku.

“Kali ini kita gusur dari Tanah Baru ke Utta, sebab kadang-kadang anak-anak kita sekolah di Utta juga banyak mereka bisa berjalan kaki. Paling tidak Sertu dulu nanti 2019 kita tambahkan lagi, “janji bupati Keliobas dihadapan masyarakat Kesui.

Sebelumnya polemik status jalan lingkar Kesui sempat menjadi perdebatan oleh Pemerintah Provinsi Maluku dan Pemerintah kabupaten SBT lantaran keduanya menolak bertangggungjawab menyelesaikan proyek pembangunan jalan yang pernah dikerjakan dengan dana Inpres tahun 2003 yang diperuntukkan untuk pembangunan infrastruktur pasca konflik sosial.

Polemik ini berakhir setelah dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) SBT dimasa pemerintahan Mukti-Fachri mengakui status jalan sepanjang 27 kilo meter itu sebagai jalan kabupaten. (**)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *