Connect with us

Hukum

Respon Surat KPID, Kapolda : Saya Sudah Panggil Direkrimsus

Published

on

DINAMIKAMALUKU.COM, AMBON-Kapolda Maluku, Irjen Pol Drs Lotharia Latif, S.H. M.hum mengatakan, telah memanggil Direktur Reserse Kriminal Khusus, terkait surat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Maluku, soal barang sitaan yang diizinkan pihak Direkrimsus kepada pengusaha TV kabel yang telah ditetapkan tersangka karena tidak memiliki Izin Penyiaran Publik.

“Saya sudah panggil Direkrimsus. Pasti kita tindaklanjuti suratnya,”Kata Latif, kepada DINAMIKAMALUKU.COM, usai orang pertama di Polda Maluku itu silaturahmi dengan wartawan di dengan pertemuan Mapolda, Sabtu (15/1/2022).

Dia menegaskan, pihaknya akan mengambil langkah-langkah serius agar surat KPID mempertanyakan barang sitaan diizinkan Direkrimsus untuk siaran.”Nanti kita lihat. Saya akan ambil langkah nanti,”Kata mantan Kapolda Nusa Tenggara Timur itu.

Sebelumnya,? Latif mengatakan, dirinya sudah menerima surat dari Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Maluku, terkait barang bukti sitaan diizinkan Direkrimsus Polda Maluku, dipakai untuk dipakai siaran oleh salah satu pengusaha televisi kabel.

“Jadi memang surat dari KPID baru masuk, jadi saya akan pelajari suratnya dulu,”kata Latif, kepada DINAMIKAMALUKU.COM, usai melakukan silaturahmi dengan pimpinan dan anggota DPRD Provinsi Maluku, Kamis (13/1/2022).

Dia mengaku, usai memperlajari surat masuk dari KPID soal barang sitaan di pakai siaran oleh salah satu pengussha televisi kabel, dirinya akan menindaklanjuti. “Saya pasti menindaklanjutinya,”tegasnya.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Maluku, terus menegakan aturan bagi lembaga penyiaran untuk memiliki izin penyiaran publik (IPP). Selain rasa keadilan, ada peningkatan penerimaan negara bukan pajak disektor penyiaran.

Namun, ada oknum Polisi di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Direkrimsus) Polda Maluku, diduga kuat “main mata” dengan Pengusaha penyiaran. Sebab barang sitaan yang mesti ditahan untik kepentingan penyidikan dan penyelidikan serta barang bukti justeru diberikan kepada pengusaha penyiaran yang telah ditetapkan tersangka untuk digunakan menyita dan memungut iuran. “Ada dugaan oknum Polisi “main mata” dengan Pengusaha TV kabel,”sebut sumber DINAMIKAMALUKU.COM, Rabu (12/1/2022).

Kendati begitu, pihak KPID Maluku, tidak menuding oknum Polisi ikut “bermain. Namun rilis yang diterima DINAMIKAMALUKU. COM, Rabu (12/1/2022) menyebutkan, lembaga penyiaran itu mendatangi Polda Maluku untuk mengetahui perkembangan laporan pengaduan atas dua hal yaitu,  ancaman pembunuhan saat melakukan tugas negara dan kedua temuan KPID Maluku atas barang sitaan Polisi yang digunakan oleh Tersangka Pemilik TV Kabel Putri untuk menyiarkan dan memungut biaya dari pelanggan.

Perlu diketahui bahwa berdasarkan temuan Polisi, maka pada berdasarkan surat nomor B/762/VIII/2021 tanggal 2 Agustus 2021 Direktorat  Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku telah menetapkan Pemilik TV Kabel Putri Philipud Chandra Hadhi sebagai tersangka karena tidak memiliki Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) dan tanggal 3 Agustus 2021 Direktorat  Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku telah menyita Studio TV Kabel dan alat-alat penyiaran.

“Berdasarkan laporan masyarakat dan hasil pemantauan KPID Maluku didapati fakta bahwa Barang Sitaan yang telah disita Polisi masih digunakan oleh TV Kabel Putri untuk menyiarkan siaran konten dan juga memungut iuran kepada pelanggan sejak bulan Agustus 2021 s/d sekarang,” kata Ketua KPID, Mutiara D.Utama, S.Sos, M.I.Kom.

Untuk memastikan laporan dan aduan masyarakat, kata dia, KPID Maluku melakukan Monitoring Evaluasi Isi siaran di TV Kabel Putri, dan didapati Fakta bahwa TV Kabel Putri masih bersiaran dan menagih iuaran sampai dengan hari ini pada pelanggan. “Hasil Monev Isi siaran ini kemudian dikoordinasikan dengan Krimsus Polda Maluku. Dalam koordinasi itu pihak krimsus menjelaskan bahwa barang sitaan polisi di “Titip Rawat” oleh tersangka,”sebutnya.

Namun, jelas dia, barang bukti dalam Kepentingan Penyidikan pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku sebagai akibat dari ditetapkannya Tersangka Philipus Chandra Hadhi dalam dugaan Tindak Pidana di Bidang Penyiaran dan Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 juncto 33 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Pasal 25 ayat (3) dan ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

“Bahwa terhadap proses penyitaan Barang Bukti oleh Penyidik pada Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku, kemudian Penyidik mengembalikan barang bukti/barang sitaan tersebut kepada Tersangka Philipus Chandra Hadhi dengan Status “Titip Rawat”. barang bukti/barang sitaan yang dikembalikan kepada Tersangka Philipus Chandra Hadhi dengan Status “Titip Rawat”  tersebut kemudian masih tetap digunakan oleh Tersangka Philipus Chandra Hadhi untuk melakukan aktifitas usaha di bidang Penyiaran dalam hal ini barang-barang tersebut masih digunakan,” kesalnya.

Padagal, ingat dia, barang bukti yang disita dalam perkara pidana, hanya digunakan dalam rangka pembuktian di depan sidang pengadilan. Secara umum, tanggung jawab terhadap barang bukti diatur dalam Pasal 44 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) juncto. Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP telah menyebutkan Tanggung jawab yuridis terhadap barang bukti dipegang oleh pejabat sesuai dengan tingkat pemeriksaan perkara.

“Terhadap hal diatas dalam kaitan dengan Pasal 44 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), bahwa penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut di larang untuk dipergunakan oleh siapapun juga,”ingatnya.

Ditegaskan, pasal tersebut merupakan alasan yang mendasar di setiap tingkatan pemeriksaan mulai dari penyidikan sampai pengadilan hal ini diatur dalam KUHAP agar pinjam pakai terhadap barang bukti dapat terjaga keutuhan dan keberadaan benda sitaan (barang bukti) agar tetap tersedia sebagaimana mestinya, sampai tiba saat eksekusi.

” Oleh karenanya seharusnya setiap penggunaan atau pemakaian benda sitaan (barang bukti) dianggap sebagai penyalahgunaan wewenang dan bertentangan dengan hukum,”tegasnya.

Bahwa berdasarkan ketentuan pasal 46 ayat (1) huruf a KUHAP yang mana aturan tersebut tidak menjelaskan dasar hukum yang sah pinjam pakai barang bukti tetapi hanya menjelaskan tentang pengembalian barang bukti atau benda yang disita karena kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi.” Apabila dikaitkan dengan pasal 45 KUHAP memberikan pengertian bahwa hal benda sitaan terdiri atas benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap atau jika biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan untuk dijual lelang,”paparnya.

Terkait dengan Larangan pinjam pakai barang bukti perkara pidana, lanjut dia, bukan tanpa alasan yang jelas dan sah menurut hukum. Dikatakan, larangan pinjam pakai barang bukti perkara pidana ini pada hakekatnya mempunyai fungsi untuk menjaga agar barang bukti tersebut dapat digunakan untuk menguatkan pembuktian dalam proses persidangan.

“Dilain pihak larangan ini juga menjaga integritas dari  aparat penegak hukum itu sendiri, karena barang bukti yang telah disita secara sah telah menjadi tanggung jawab setiap aparat penegak hukum untuk setiap tingkat pemeriksaan, sehingga pinjam pakai barang bukti itu sangat rentan terhadap resiko-resiko,”terangnya.

Kendati begitu, sebut dia, setelah pihaknya koordinasi dengan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Maluku khususnya Bidang 1 telah dilakukan sebanyak 4 (empat) kali.” Pihak Krimsus Polda Maluku tetap tidak dapat memberikan jawaban alasan Barang Sitaan Polisi digunakan menyiar dan memunggut iuran pelanggan sampai dengan hari ini,”jelasnya.

Bahkan, pertanyaan KPID Maluku, kepada pihak Krisis Polda Maluku, yang tidak bisa dijawab, yakni alasan barang sitaan yang dititip rawat kemudian digunakan menyiar setiap bulan dan memungut biaya setiap setiap bulan dari pelanggan sebesar Rp 50 ribu. “Tindakan pembiaran Polisi ini dalam penggunaan barang sitaan Polisi ini telah menghambat KPID Maluku, tidak dapat menjalankan tugas pengawasan dan penegakan penyiaran. Karena selama proses pengawasan dan evalusia pihak TV Kabel Putri mengatakan bahwa barang sitaan digunakan menyiar dan memungut iuran kepada pelanggan sejak bulan Agustus 2021 sampai sekarang atas izin Polisi,”bebernya.

Terkait dengan Laporan Pengaduan KPID Maluku kepada Kapolda Maluku dan Fakta yang didapati oleh KPID Maluku hingga hari ini  adalah tidak ada surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) yang merupakan hak pelapor. ” KPID Maluku kemudian melakukan penelusuran laporan tersebut dengan tanda terima 21 Desember 2021 sudah didisposisi untuk ditindaklanjuti Direktorat Kriminal Khusus Pada tanggal 22 Desember 2021. Dan surat dari direktur juga sudah didisposisi pada Kasubid bidang I perindustrian dan perdagangan,”bebernya.

Tak hanya disitu, KPID Maluku, Rabu, (5/1/ 2022) menemui Bidang Kasubid I Perindustrian dan Perdagangan Ditkrimsus Polda Maluku untuk menanyakan perkembangan laporan dan juga
Kembali menanyakan alasan barang sitaan Polisi, tetap digunakan. “Namun sampai dengan hari ini tidak ada jawaban alasan digunakan barang sitaan dimaksud,”lanjutnya.

Untul itu, KPID Maluku meminta perhatian serius Kapolda Maluku, karena tindakan Pengawasan dan penegakan aturan dalam penyiaran dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Maluku agat negara tidak dirugikan akibat banyaknya usaha penyiaran yang tidak memiliki izin penyelenggaraan penyiaran (IPP).” Jika aturan dalam penyiaran ini ditetapkan dan para pelaku usaha penyiaran taat maka penerimaan negara bukan pajak (PNBP) akan meningkat,”terangnya.

Untuk diketahui bahwa saat ini Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Lembaga Penyiaran di Provinsi Maluku  tergolong terendah kurang lebih Rp 2 miliar per tahun dan jika aturan penyiaran  ini ditegakan maka PNBP akan meningkat menjadi lebih dari Rp 5 miliar per tahun dari lembaga penyiaran.

“Perlu diingat, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran pasal 33 ayat 1 berbunyi “ sebelum menyelenggarakan kegiatan lembaga penyiaran wajib memperoleh Ijin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP)”,  maka Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Maluku (KPID Maluku), mewajibkan semua usaha televisi kabel yang tidak mengantongi Izin Penyelenggara Penyiaran  (IPP) menghentikan siaran sampai dengan mengantongi IPP,”pungkasnya.(DM-02)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *