Ragam
Sikut Menyikut
Oleh : Dr. M.J. Latuconsina,S.IP, MA
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pattimura
“Ketika politik mengajarkan bahwa tugas politikus sesungguhnya melaksanakan kehendak rakyat, namun yang terjadi mereka hanya mementingkan dirinya sendiri.” Kata-kata ini merupakan quotes dari Joseph Alois Schumpeter, ilmuan politik berkebangsaan Austria. Ia populer melalui karyanya berjudul “Capitalism, Socialism and Democracy”, yang dipublis di tahun 1942 lampau. Qutes ekonom tersebut relevan dengan kondisi perpolitikan nasional saat ini, dimana kontradiksi dengan posisi ideal para politikus.
Rakyat diabaikan berjalan sendiri, sementara para politikus sibuk dengan kepentingan mereka yang gemar memburu kekuasaan. Dampak negatifnya, konstitusi yang merupakan benteng terakhir dari cabang kekuasaan yudikatif dibiarkan digerogoti. Padahal rakyat menaruh harapan besar pada cabang kekuasaan yudikatif, sebagai wadah untuk mencari keadilan dengan putusan yang seadil-adilnya. Lantas satu per satu dari mereka hadir di depan publik saling serang menyerang, dan salin bela membela. Suatu tontonan politik yang tak berkesudahan, dimana ada dan akan ada lagi.
Terlepas dari itu, tema ini berawal dari status di akun facebook Dr. Abraham Tulalessy pada 01 November 2023 lalu. Dalam status akun facebook dari pria yang menjuluki dirinya sendiri sebagai Bapak Republik, layaknya julukan dari Tan Malaka pejuang berhaluan kiri Indonesia ini bertuliskan : “Dong di atas ada dudu “buka gigi” padahal katong di bawah ada “baku loko” sampeee.” Status pada akun facebook tersebut, khususnya kata baku loko mirip dengan kata sikut menyikut, dimana sesama massa pendukung calon presiden (capres) secara rill saling sikut menyikut.
Konten statusnya dalam bahasa Melayu Ambon, yang menarik perhatian para nitizen. Pasalnya sesuai dengan konteks politik tanah air, dimana terjadi pertemuan antara Presiden Joko Widodo dengan capres Anis Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto pada 31 Oktober 2023 di Istana Merdeka, Jakarta. Pertemuan itu, berlangsung dalam suasana yang hangat, yang diselingi perbincangan yang akrab. Presiden Joko Widodo saat itu mengenakan kemeja batik berwarna biru. Adapun, Ganjar memakai batik merah, Prabowo menggunakan batik berwarna cokelat muda, dan Anies mengenakan batik cokelat muda.
Beberapa menu yang disajikan : nasi putih, soto lamongan, ayam kodok, sapi lada hitam, dan bebek panggang. Selain itu tampak juga cumi goreng, udang goreng telur asin, kaylan cah sapi, hingga sajian minuman es laksamana mengamuk serta jus jeruk. (Setneg, Detik 2023). Sementara itu warga masyarakat di tanah air, yang menjadi pendukung fanatik para capres tersebut, justru saling mengkalim figur capres merekalah yang bakal memenangkan Pilpres-Pilwapres 2024 tersebut. Hal ini yang kemudian menaikan tensi perpolitikan nasional, dimana dingin di level elite tapi panas di level massa.
Kondisi dimaksud, yang kemudian digambarkan oleh pria yang paling mengklaim dirinya sebagai anak bangsa Maluku asli tersebut dalam status di akun facebooknya, yang sebelumnya telah ia dipaparkan dalam bahasa Melayu Ambon tersebut, dengan berbagai respons para nitizen dalam kolom komentar dibawa status di akun facebooknya tersebut. Perjumpaan tiga figur capres dengan Presiden Joko Widodo tersebut merupakan bagian dari diplomasi elegan dari eks Walikota Solo tersebut, dimana memberikan kesan baik kepada publik bahwa, diantara Presiden dan para capres tidak terjadi konflik.
Namun pertemuan itu, sebenarnya tidak terlepas dari kondisi pentas politik nasional Pilpres-Pilwapres tahun 2024, yang menyita perhatian publik di tanah air. Mulai dari manuver ketua-ketua partai politik yang berada dalam gerbong Koalisi Indonesia Maju (KIM), Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP), dan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), Menteri Pertanian ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang memberikan ruang bagi partisipasi putra Presiden untuk tampil sebagai calon wakil presiden (cawapres).
MK yang sudah dibully dimana diplesetkan sebagai Mahkamah Keluarga, lantaran Ketuanya adalah ipar Presiden. Berbagai kalangan pro demokrasi di tanah air melaporkan secara etik para hakim MK, dimana laporannya berjumlah 21 dengan sekitar 10 laporan terhadap Ketua MK. Selanjutnya pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), untuk menyidangkan para hakim MK sebagai akibat putusan secara kelembagaan, yang dinilai oleh para ahli hukum dipengaruhi oleh dinamika politik, yang tekait dengan adanya dorongan majunya putra presiden sebagai cawapres. (Solo Pos, 2023).
Begitu pula ketidakpuasan elite Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam bentuk kritikan terhadap sikap Presiden Joko Widodo yang terkesan mendukung capres Prabowo Subianto, yang berpasangan sebagai cawapres dengan putranya. Pada sisi lain ide masa jabatan presiden 3 periode diungkit kembali oleh elite PDIP. Hingga Menteri Investasi Bahlil Lahaladia sosok yang menjalani masa kecilnya di Banda Naira, Maluku itu turut membela Presiden, dimana ia mengakui isu jabatan presiden tiga periode adalah gagasannya.
Statemen Menteri dari Papua itu dibantah oleh politikus PDIP Masinton Pasaribu, yang mengatakan. ”itu komedi putar.” Tak luput pula putra Presiden Gibran Rakabuming Raka menuai polemik, menyangkut dengan status keanggotaanya di PDIP. Sementara Walikota Solo ini diusung sebagai cawapres oleh Partai Golkar. Ada pandangan yang mengkuatirkan bahwa, jika anak Presiden tersebut dipecat oleh PDI Perjuangan, maka akan dijadikannya untuk mencari simpati dengan membangun image kalau ia dianiaya secara ”politik” oleh partainya.
Berbagai permasalahan politik pada level elite nasional tersebut, sebenarnya menandainya naiknya tensi perpolitikan nasional, dimana cukup menguawatirkan Presiden Joko Widodo. (Tempo, 2023). Melihat fenomena dimaksud, Presiden Joko Widodo, yang memiliki kepentingan langsung dengan suksesnya Pilpres-Pilwapres 2024 menganggas pertemuan dengan para capres, diantaranya Prabowo Subianto, Anies Ryasid Baswedan, Granjar Pranowo dan Presiden Joko Widodo. Upaya ini sebagai stabilisasi suhu politik nasional agar perlahan menurun pada titik nadir.
Meskipun demikian tensi politik masih belum berada pada titik nadir. Hal ini dilihat dari peristiwa-peristiwa politik terbaru dan masih hangat di hadapan publik. Diantaranya kunjungan kerja Presiden Joko Widodo di Desa Batubulan, Gianyar, Bali pada Selasa (31/10/2023), dimana sejumlah warga tak mau menyambutnya. Ini merupakan imbas pencopotan baliho Ganjar-Mahfud. Selanjutnya DPR siapkan hak angket ke MK serta surat dari Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Solo meminta Gibran mengundurkan diri dan mengembalikan kartu tanda anggota (KTA). (Detik, Tribun 2023).
Terlepas dari itu, tensi perpolitikan nasional masih tetap panas, walaupun sudah ada upaya yang dilakukan oleh para elite untuk menurunkan tensinya, tapi praktik rillnya tidak sesederhana gagasan para elite tersebut. Hal ini dikarenakan kontestasi untuk merebut jabatan Presiden dan Wakil Presiden, belum dilakukan oleh para elite dengan cara-cara yang fair and play. Kondisi ini yang memicu tensi politik selalu memuncak, dimana jika salah dikelola kedepan bakal menyeruak menjadi mobilisasi massa untuk memprotes penguasa yang tidak menempatkan diri pada posisi yang netral.