Connect with us

Ragam

Sagu Bukan Makanan Pokok Orang Maluku

Published

on

Oleh : Dr. M.J. Latuconsina, S.IP,MA
Staf Dosen Fisipol Universitas Pattimura

Nama-nama makanan yang masih asing didengar oleh warga masyarakat di Provinsi Maluku, seperti : Sampolet yang berasal dari Pekanbaru-Riau, Sinonggi yang berasal dari Kendari-Sulawesi Tenggara, dan Kapurung yang berasal dari Palopo-Sulawesi Selatan. Ketiga makanan tersebut identik, dimana merupakan makanan tradisional warga masyarakat yang mendiami Pulau Sumatera dan Pulau Sulawesi, yang dibuat dari pati Sagu (Metroxylon sagu), yang tinggi kandungan karbohidratnya, yang merupakan sumber energi utama dalam mensupport aktifitas sehari-hari.

Sementara itu, terdapat pula Ambuyat yang berasal dari negara jiran kita Brunei Darussalam, yang juga identik dengan ketiga makanan pokok lokal kita di tanah air tersebut. Dimana merupakan makanan tradisional warga masyarakat, yang mendiami kesultanan di pantai utara Pulau Kalimantan tersebut, yang dibuat pula dari pati Sagu. Baik itu Sampolet, Sinonggi, Kampurung dan Ambuyat mirip dengan Papeda dari Maluku. Pasalnya sama-sama dibuat dari pati Sagu.

Dulunya keempat makanan yang berasal dari Pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi itu, merupakan makanan pokok utama warga masyarakat disana, sebelum adanya penetrasi pangan berupa nasi. Relevan dengan pangan yang dibuat dari pati Sagu tersebut, kata Ahmad Arif (2019) dalam bukunya berjudul : “Sagu Papua Untuk Dunia” bahwa, Sagu itu makanan khas orang-orang di kawasan Asia Tenggara. Ia sendiri memaparkan Sagu tumbuh mulai dari Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku sampai dengan Papua.

Khusus untuk Sagu dahulu kalah merupakan makanan pokok orang Jawa. Hal ini, dapat kita temukan pada relief di Candi Borobudhur di Magelang-Jawa Tengah. Dimana pada relief di candi yang dibangun pada tahun 800-an silam, nampak terlihat jenis pohon palem yang berpengaruh di Jawa. Empat pohon palem itu adalah kelapa, lontar, aren dan sagu. (Tempo, 2011). Dalam perkembangannya Padi (Oryza sativa), yang kemudian diperkenalkan oleh orang India di tanah air.

Selanjutnya Padi kemudian dibudidayakan di Pulau Jawa dan Sumatera menggantikan Sagu. Hingga lambat laun konsumsi Sagu oleh warga masyarakat terkonversi dari mengkonsumsi Sagu menjadi mengkonsumsi nasi. Pengalaman saya, ketika melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) saat masih berstatus sebagai mahasiswa KKN di Kota Administratif (Kotif) Palopo-tanah Luwu, Sulawesi Selatan di tahun 2000 lalu. Para orang tua setempat mengisahkan, jika dahulunya di tahun 1970 an mereka masih mengkonsumsi Sagu sebagai makanan pokok utama.

Hingga datanglah transmigran dari Pulau Jawa ke tanah Luwu-Sulawesi Selatan di tahun 1971, sebagai bagian dari keberlanjutan pemerataan penduduk di tanah air, yang puncaknya tertuang dalam Repelita II (1974–1979) oleh Pemerintah pusat. Tujuannya yakni, meningkatkan pembangunan di pulau-pulau selain Jawa, Bali dan Madura, di antaranya melalui transmigrasi. Para tranmigran itu pun membudidayakan Padi di tanah Luwu, hasil panennya kemudian dinikmati warga setempat. Sehingga sejak saat itu, berlahan-lahan warga masyarakat di tanah Luwu pun beralih mengkonsumsi nasi.

Di tanah Luwu Sagu yang di olah menjadi Papeda disebut dengan Kapurung dan Sagu lempeng disebut dengan Dange, namun agak lembek beda dengan Sagu lempeng di Maluku yang keras. Bungkusan sagu dari daun Sagu di Bumi Sawerigading itu juga disebut tumang oleh warga setempat sama dengan penyebutannya di Maluku. Begitu pula saat saya ke Manado, Sulawesi Utara beberapa tahun lalu, juga dijual Sagu lempeng ukuran kotak korek api kayu, yang dibungkus dengan daun Sagu kering. Dimana dijajakan oleh warga masyarakat setempat sebagai oleh-oleh, yang dibawa pulang para tamu ke daerah mereka dari Bumi Nyiur Melambai itu.

Begitu pula, ada Limpiang Sagu sejenis Serabi, yang berasal dari Minangkabau-Sumatera Barat, yang dibuat dari pati Sagu. Selanjutnya Pencok Sagu yang berasal dari Karangasem-Bali dan Lombok-Nusa Tenggara Barat (NTB), yang juga dibuat dari pati Sagu. Serta ada pula Sagu Bakar (Putak) yang berasal dari Malaka-Nusa Tenggara Timur (NTT), yang juga dibuat dari pati sagu. Jika dilihat hampir di semua daerah pulau-pulau besar, dan kecil di tanah air memiliki makanan khas atau pokok, yang terbuat dari pati Sagu.

Ini menunjukkan Sagu sesuai zamannya dahulu adalah pangan di kawasan Asia Tenggara dan Nusantara. Jika demikian muncul pertanyaan, apa sebenarnya makanan pokok warga masyarakat, yang mendiami Kepulauan Maluku ini ?. Bagi saya Sagu bukanlah makanan pokok warga masyarakat yang mendiami Kepulauan Maluku, melainkan ikan adalah makanan pokok warga masyarakat yang mendiami Bumi Seribu Pulau ini. Pasalnya, ikan sangat determinan dengan konsumsi warga masyarakat di Kepulauan Maluku.

Oleh karena itu, apapun makanan yang lezat di konsumsi oleh warga masyarakat di Kepulauan Maluku, baik itu berupa sagu, papeda, nasi, ubi, jagung, enbal, sinole dan lain sebagainya. Dimana, jika mengkonsumsi berbagai jenis makanan yang tinggi sumber karbohidrat itu, tanpa disertai dengan ikan terasa hambar rasanya. Dalam bahasa Melayu Ambon dikatakan “seng smangat makan lai barang seng ada ikan”. Benar atau tidaknya, silakan mencoba makan tanpa ikan dijamin tidak lezat rasanya.(**)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *