Connect with us

Ragam

Resensi : Ada Monopoli Ideologi Kiri Disana

Published

on

Dr. M.J. Latuconsina,S.IP,MA
Staf Dosen Fisipol Universitas Pattimura

“Harapan, sebenarnya, adalah yang terburuk dari kejahatan, karena meluasnya penderitaan manusia.” Kata-kata ini merupakan qoutes dari Friedrich Filhelm Nietzsche (1844-1900), seorang filsuf berkebangsaan Jerman. Dia populer dengan ungkapan ”Tuhan telah mati”. Qoutesnya tersebut relevan dengan kisah para aktifis kiri dalam karya sastra ini, dimana mereka mengalami nasib buruk akibat kejahatan, yang dialami mereka atas nama kekuasaan negara (state power).


Merupakan sebuah novel, yang fokus pada aktifis era 90-an, dengan ide-ide berhaluan kiri yang mewarnai perlawanan mereka terhadap rezim kala itu. Bagi saya “cukup membosankan”, dimana terkesan menjadi monopoli ideologi kiri. Padahal tidak selamanya ideologi kiri memonopoli jagat aktifitas era 90-an kala itu di tanah air.

Kita tahu era 90-an melibatkan semua elemen aktifis level lokal dan nasional, yang hadir dengan berbagai latarbelakang ideologi, baik itu : Nasionalis, Marhaenis, Soekarnois, Islam Modernis, Islam Tradisional, Kristen dan Sosialisme. Para aktifis dengan latarbelakang ideologi yang majemuk tersebut, kemudian bahu-membahu untuk mendongkel rezim otoritarian, dan oligarkis yang tengah berkuasa saat itu secara gradual.

Novel tersebut berjudul : “Laut Bercerita” karya Leila Salikha Chudori, yang diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) pada tahun 2017 lalu. Namun bisa kita pahami bahwa, karya sastra ini lebih fokus pada aktifis kiri di tanah air, yang membuat gerakan-gerakan perlawanan yang sifatnya terbuka, maupun sifatnya tertutup (klandestin/bawah tanah) terhadap rezim yang berkuasa pada waktu itu.

Meski demikian, novel ini menarik karna mengisahkan perjuangan para aktifis kiri dalam mendongkel rezim yang berkuasa saat itu. Banyak diantara mereka yang kemudian dibekuk satu per satu, lantas disekap oleh orang-orang yang mengincar mereka atas nama kekuasaan negara (state power). Banyak diantaranya mengalami penyekapan dan penyiksaan. Hingga ada kebanyakan diantara mereka yang tidak pulang ke keluarga mereka.

Sementara orang-orang dekat, yang mencintai mereka seperti : pacar, istri, orang tua, kakak, adik, om dan tante berharap mereka masih berada pada suatu tempat yang aman-aman saja, dimana mereka akan kembali pada suatu hari nanti, dengan kondisi yang selamat. Harapan ini seperti sebagian besar kawan-kawan mereka, yang diculik namun dapat kembali lagi ke orang-orang yang mereka cintai.

Harapan itu diwujudnyatakan dengan menggalang silaturahmi diantara keluarga para aktifis kiri, yang diculik tersebut. Pertemuan itu sering mereka gelar, sebagai empati mereka bersama-sama atas kepergian orang-orang yang mereka cintai, yang belum jelas statusnya apakah masih hidup atau sudah kembali ke Sang Maha Pencipta. Pertemuan itu sekaligus sebagai wadah untuk saling bertukar informasi, tentang keberadaan orang-orang yang mereka cintai tersebut.(**)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *