Connect with us

Hukum

Dituding Sita Mitan di Romang, Lantamal : TNI AL Hanya Membantu

Published

on

AMBON,DM.COM,-Kapten Laut (K) Agus Wijaya, Kadispen Lantamal IX Ambon menegaskan, tindakan oknum TNI AL di Pulau Romang, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) hanya membantu Syahbandar setempat menyita Minyak Tanah (Mitan) yang tidak ada pemiliknya, sesuai aturan main.

“Sebenarnya posisi Posal di Romang hanya membantu Syahbandar sesuai aturan main. Jadi mereka tidak arogan,”tegas Wijaya, kepada DINAMIKAMALUKU.COM, Sabtu (24/6/2023).

Penegasan Wijaya, sekaligus klarifikasi postingan warga Romang, di media sosial (Facebook) terkait oknum TNI AL di Romang menyita Mitan, sehingga membuat warga setempat resah.

Kadispen kemudian menuturkan, Kepala Syahbandar atas nama Anton menemukan 12 jerigen minyak yang akan diturunkan di Pulau Romang dengan identitas yang tidak diketahui pemiliknya. Selanjutnya, kata dia, tidak mengizinkan minyak tersebut diturunkan sampai ada pemiliknya.

“Selanjutnya, Kepala Syahbandar berkoordinasi dengan Danposal Pulau Romang untuk menindak lanjuti hal tersebut. Danposal langsung berkoordinasi dengan nahkoda terkait barang tersebut, tetapi buruh angkut langsung menurunkan minyak tersebut tanpa sepengetahuan Danposal,”tuturnya.

Untuk itu, jelas Kadispen, menghindari terjadi permasalahan yang tidak di inginkan, Kepala Syahbandar meminta bantuan Danposal untuk menaikkan minyak tersebut kembali keatas kapal dikarenakan minyak tersebut tidak ada kepemilikannya.

Apalagi, ingat Kadispen, penjualan minyak secara ilegal adalah perbuatan melanggar pidana. Dia mengaku, penjualan Minyak secara ilegal di Pulau Romang, sudah menjadi hal yang dianggap biasa. “Pihak Syahbandar maupun Posal, sesuai dengan peraturan perundang-undangan berusaha untuk menertibkan jual beli sesuai dengan aturan perundang-undangan, bahkan sudah diingatkan beberapa kali untuk tidak melakukan kegiatan ilegal tersebut. Jadi berkembang opini di masyarakat bahwa Posal dan Syahbandar mempersulit kegiatan penjualan minyak tersebut,”terangnya.

Tak hanya itu, menurut Kadispen, peran universal Angkatan Laut yang telah menjadi azas dan diterima secara internasional sejak lama, bahwa sebuah Angkatan Laut, selain mengemban fungsi militer juga mengemban fungsi diplomasi dan fungsi polisionil atau constabular, yang kemudian dikenal sebagai “Trinitas Peran Angkatan Laut”.

“Perlu di pahami bahwa peran TNI AL ada peran polisionil juga. Perlu di pahami bahwa peran TNI AL ada peran polisionil juga. Peran polisionil dilaksanakan dalam rangka menegakkan hukum di laut, melindungi sumber daya dan kekayaan laut nasional, serta memelihara keamanan dan ketertiban di laut,”jelasnyam

Apalagi, ingat dia, kewenangan TNI AL selain peran militer, peran diplomasi dan peran polisionil. agar semua paham selain tugas pokok TNI AL juga mempunyai peran yg dikenal dengan Trinitas TNI AL.

“Peran polisionil, dilaksanakan TNI AL dalam rangka menegakkan keamanan dan hukum di laut guna melindungi sumber daya dan kekayaan laut nasional, memelihara ketertiban di laut serta mendukung pembangunan nasional. Penegakkan hukum dan keamanan di laut dalam upaya melindungi pemanfaatan kekayaan laut secara illegal oleh pihak lain, mencegah penyelundupan, imigran gelap serta pelanggaran-pelanggaran di laut lainnya, “paparnya.

Oleh sebab itu TNI AL, lanjut Kadispen, sah untuk menindak semua kegiatan atau perbuatan kriminal baik di laut maupun melalui laut.

Kadispen kemudian menjelaskan, syarat untuk menjadi Sub Penyalur adalah sebagai berikut, anggota dan/atau perwakilan masyarakat yang akan menjadi Sub Penyalur memiliki kegiatan usaha berupa Usaha Dagang dan/atau unit usaha yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa.

b. Lokasi pendirian sub penyalur memenuhi standar Keselamatan Kerja dan Lindungan Lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Memiliki sarana penyimpanan dengan kapasitas paling banyak 3.000 liter dan memenuhi persyaratan teknis keselamatan kerja sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

d. Memiliki atau menguasai alat angkut BBM yang memenuhi standar pengangkutan BBM sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

e. Memiliki peralatan penyaluran yang memenuhi persyaratan teknis dan keselamatan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

f. Memiliki izin lokasi dari Pemerintah Daerah setempat untuk dibangun fasilitas Sub Penyalur.

g. Lokasi yang akan dibangun sarana Sub Penyalur secara umum berjarak minimal 5 (lima) km dari lokasi Penyalur berupa Agen Penyalur Minyak Solar (APMS) terdekat atau 10 km dari Penyalur berupa Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) terdekat atau atas pertimbangan lain yang dapat dipertanggungjawabkan.

h. Memiliki data konsumen pengguna yang kebutuhannya telah diverifikasi oleh Pemerintah Daerah setempat.

“Berdasarkan penjelasan di atas, kami menyarankan agar mengkonfirmasi ke Pemerintah Daerah setempat mengenai persyaratan dan perizinan untuk menjadi “sub penyalur” sesuai ketentuan Pasal 1 angka 7 Peraturan BPH Migas Nomor 6 Tahun 2015,”papar Kadispen.

Kadispen melanjutkan, dasar hukum, yakni 1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. 2. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak Dan Gas Bumi.

  1. Peraturan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi Nomor 6 Tahun 2015 tentang Penyaluran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan Pada Daerah yang Belum Terdapat Penyalur.(DM-01)
Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *